KAMPUS, DAILY– Sudah kurang lebih sebulan lebih Universitas Gorontalo (UG) menerapkan perkuliahan dengan sistem dalam jaringan (daring), sejak Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal 17 Maret 2020 tentang Work From Home (WFH) dan pembelajaran secara Daring dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Dengan surat edaran tersebut, maka seluruh perguruan tinggi di Indonesia mau tidak mau harus mengikutinya. Seperti halnya Universitas Gorontalo yang juga terpaksa merumahkan dosen, tenaga administrasi dan mahasiswa. Kuliah yang biasanya dilakukan dengan tatap muka di kelas harus berubah format menjadi perkuliahan daring (online).
Seiring dengan hal itu, saat ini beberapa dosen dan mahasiswa mulai mengalami kendala dengan perkuliahan sistem daring tersebut. Seperti apa yang dirasakan Dr. Nancy Kiayi, STP, M.Si, salah seorang dosen UG di Fakultas Pertanian khusus Program Studi Teknologi Hasil Pertanian (Prodi THP).
Di semester ini, Nancy mengampuh dua mata kuliah, yakni Mata Kuliah Enzim Pangan di semester 4 dan Mata Kuliah Analisis Hasil Pertanian di semester 6. Dalam perkuliahan daring ini, Nancy menggunakan aplikasi zoom cloud meetings atau classroom merupakan aplikasi yang berbasis web dan bisa dibuka secara digital melalui komputer, laptop, maupun telepon genggam. Namun, dalam pembelajaran daring ini, Nancy mengungkapkan ada yang menjadi kendala utama, yakni kualitas atau koneksi internet yang kurang memadai.
“Kadang-kadang tidak konek. Mahasiswa juga merasakan hal yang sama,” ungkap Nancy. Di satu sisi, Nancy menjelaskan sebagai dosen ataupun mahasiswa, maka harus bisa beradaptasi dengan model perkuliahan online.
“Namun begitu, saya mengharapkan esensi kuliah, baik secara tatap muka di kelas maupun dilakukan secara daring adalah dialog. Di mana, metode dan alat apapun yang digunakan dalam pembelajaran online tetap harus memperhatikan dialog atau diskusi, bukan hanya metode satu arah memberi tugas atau materi saja,” terangnya.
Apalagi lanjut Nancy, dalam mengajar Mata Kuliah Analisis Hasil Pertanian, harusnya dibarengi dengan praktikum. Akan tetapi, saat ini hanya bisa memberikan secara teori saja.
“Materi ini yang terbilang sulit dipahami mahasiswa dan harus diajarkan secara daring, sehingga menjadi tantangan baru bagi saya,” pungkas doktor pertanian lulusan Universitas Hasanuddin itu. (*)