Oleh : Alwy Satingi
– Di tengah situasi pemusatan diri kepada Allah swt kita justru diperhadapkan dengan musibah, yang kini membuat semua orang bersiap diri memakai atribut perlindungan, mengharuskan semua orang menyudahi aktifitas diluar rumah, menutup dalam-dalam semua Keran ekonomi, memotong tali silahturahmi yang dulu-nya sempat terjalin erat. Kini semuanya kita sudahi dengan isak tangis dan ketakutan dimana-mana.
Bulan Ramadhan adalah tempat kita singgah untuk menimbah pahala melajutkan sesuatu yang belum sempat kita tuntaskan, membersihkan diri disaat kita berlumuran dosa.
Kita semakin tau pentingnya kesehatan, meskipun kita terglolong orang yang sering berjibaku dalam aktifitas yang jauh dari kata higienis. Rasa takut yang timbul akibat bahayanya Virus ini, memaksa kita harus memproteksi diri sedini mungkin.
Penting untuk diketahui bulan Ramdhan adalah bulan yang mulia, seperti halnya disetiap proses peribadatanya sarat akan makna. Tentunya Ragam kesitimewaan yang akan kita peroleh dibulan suci ini. Bahkan jika dibahasakan menggunakan peribahasa yang dipakai oleh Tan malaka, “Bulan Ramdhan Adalah Keistimewaan Terakhir yang dimiliki oleh umat Islam”
Dibekali dengan segudang Niat berharap berganti Pahala, kita berupaya untuk menuntaskan Chalenge selama 30 hari, mulai dengan menahan Lapar hingga nafsu yang disetiap kala memberontak. Ragam godaan kita lewati demi menuntaskan misi yang sangat sarat akan keuntungan pahalanya. Bulan ramdhan adalah bulan yang tak mudah untuk dilewati terlebih kepada makhluk yang konsumtif seperti kita.
Meskipun Bulan ramadahan adalah puncak pemenuhan diri kita yang sebelumnya masih kental akan dosa, namun bulan Ramdhan kali justru berbeda dengan ramdhan sebelumnya.
Saya mengambil Contoh pada Ramdhan di tahun ini, dalam beberapa kesepakatan kita tak bisa lagi untuk melakukan sholat berjamaah, serta aktifitas keagamaan yang melibatkan jamaah ini terbukti melalui surat edaran yang turut disebarkan.
Pandemi Corona menjadi alasan Agama dan Negara untuk bersama menyepakati neniadakan sholat taraweh, Jum’at dan mungkin bisa berlangsung hingga akhir ramdhan. Hal ini semakin kompleks jika kita komparasikan dengan 2 mesjid yang paling disucikan umat Islam di dunia, yaitu Mesjid Nabawi dan Mesjid Al-Haram keduanya pun turut ditutup oleh pemerintah arab saudi. Maklumat ini membuat sebagian elemen masyarakat meradang, menimbulkan banyak sanggahan, kritikan serta saran.
Perihal saya, tentu sholat dirumah tidak menjadi soal dan wajar-wajar saja. Sebab mayoritas Ulama telah mengambil keputusan dengan pertimbangan kemaslahatan. Ada beberapa pelajaran yang saya ingat dibangku kuliah sebelum Corona melanda, begini, ” Mencegah mafsadat harus lebih didahulukan daripada mengambil manfaat” Demikianlah kaidah fikih, yang juga dipergunakan oleh para kiyai dan ulama NU.
Pandemi ini adalah sekelumit permaslahan yang harus diredam, walaupun dengan cara-cara yang diluar kewajaran, Namun begitulah adanya, Pandemi Corona telah merubah tradisi ramadhan di Indonesia, bahkan di dunia.
Tetapi apa betul dalam kurun waktu tiga bulan terakhir Virus ini tak kunjung reda atau menunjukan tanda-tanda sirna? Saya kerap melakukan diskusi panjang lebar di warung kopi maupun tempat nongkrong yang ada di pinggiran desa, hingga waktu santap sahur tiba mengenai pencegahan dan penanganan Covid-19 di Indonesia dan khususnya di daerah sulawesi utara yang saya diami.
saya kebetulan bertemu dengan lawan diskusi yang bagus dan produktif, Puncaknya kami saling berbagi argumen, saya meyakini beliau orang yang sudah cukup paham memahami situasi serta kondisi yang kian menguras banyak energi, beliau merupakan orang yang bekerja disalah kantor yang ada di daerah saya, Belakangan ini beliau Proaktif dalam menyalurkan bantuan langsung kepada masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa kegelisahan yang lahir dari saya pribadi ini bukan sekelumit permasalahan yang timbul akibat tidak bisa melaksanakan sholat berjamaah dimesjid.
Namun, Corona adalah Contrasnya imbasnya adalah permasalahan bagi rakyat kecil, Ramadhan adalah momentum bagi setiap masyarakat kecil untuk makan secara gratis dimesjid dan bergandeng pahala yang beruntun.
Tetapi apa betul mesjid tak lagi meyediakan menu buka puasa? Kemana hendak para fakir dan musafir berbuka puasa? Saya ingin begitu menceritakan bagaiman tradisi buka puasa di mesjid, dan ini adalah sebaik-baiknya moment bagi orang-orang yang tak memiliki uang didalam saku celananya, untuk membeli segelas es buah-buahan bertabur susu dan sirup untuk melepas dehaga ketika waktu berpuasa tiba.
(Daily10)