- Pada 9 April 2020, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie mengumumkan adanya kasus positif Covid-19 di Gorontalo, yaitu satu warga Kota Gorontalo.
Sejak pengumuman tersebut, berbagai kebijakan dibuat oleh pemerintah demi menekan penyebaran virus tersebut, antara lain Work From Home (WFH) yang berarti melakukan pekerjaan dari rumah dan juga Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB.
Semakin hari semakin bertambah pula korban kasus corona. Dimana pada tanggal 31 Mei 2020, dr. Triyanto Bialangi sebagai Juru Bicara Penanganan Covid 19 Gorontalo mengatakan, jumlah kasus positif bertambah sebanyak 25 orang, sehingga total kasus menjadi 94 kasus.
Adanya kasus Covid-19 ini membawa dampak yang cukup serius bagi kehidupan masyarakat. Dampak yang serius juga dirasakan pada sektor pendidikan.
Ada sebuah kebijakan yang dibuat pemerintah dalam dunia pendidikan yang dampaknya sangat dirasakan kaum pelajar, yaitu kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah. Hal ini sudah merupakan pertimbangan terkait penyebaran virus corona dan jumlah kasus yang semakin parah.
Merujuk pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan COVID-19 pada Satuan Pendidikan, dan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020, maka kegiatan belajar mengajar pun dilakukan secara daring dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona.
Hal ini berlaku untuk jenjang sekolah maupun kuliah. Sebagian besar universitas di Gorontalo telah menerapkan kuliah jarak jauh atau kuliah online. Bahkan, sejumlah universitas telah mengambil kebijakan untuk menerapkan kuliah online hingga akhir semester genap.
Kuliah online atau biasa disebut juga dengan kuliah daring adalah kuliah yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, dalam hal ini internet, dalam proses pembelajarannya.
Kuliah online dilakukan tanpa tatap muka secara langsung, mahasiswa juga tidak perlu datang ke kampus untuk menghadiri kuliah. Dosen dapat melaksanakan pembelajaran melalui aplikasi yang cukup mudah diakses, seperti video conference, sosial media, e-mail, dan lain-lain.
Mahasiswa yang merasakan dampak langsung dari kebijakan kuliah online pun turut memberikan pendapatnya. Ada yang merasa bahwa kebijakan ini sangat bermanfaat terutama bagi mahasiswa yang tempat tingalnya jauh dari kampus.
“Menurut saya kuliah online ini bagus meskipun punya beberapa hambatan. Contohnya, aplikasi zoom yang sering kali ada gangguan, atau mahasiswa kehabisan paket intrnet dan lain sebagainya. Namun yang asiknya, kuliah online ini kita merasa lehih santai dan tidak terlalu tegang, karena meskipun tidak mandi, ataupun yang baru bangun bisa langsung ikut kuliah,” kata Muhtar Dinti, salah seorang mahasiwa Fakultas Hukum UG.
Sepakat dengan jawaban Muhtar tersebut, Indah Pratiwi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UG mengungkapkan, dirinya menyukai kuliah online karena bisa menghemat pengeluaran setiap bulan.
“Semua ada plus minusnya. Plusnya mahasiswa yang mungkin anak rantau tidak perlu lagi membayar uang kosnya dan juga menghemat uang jajan untuk sekedar pengeluaran sehari-hari selama kuliah,” kata Indah.
Akan tetapi, lanjut Indah, kuliah online lebih dirasakan lebih berat. Ia mengungkapkan bahwa kuliah offline lebih menyenangkan dibanding kuliah online.
“Tapi kalau dihitung-hitung, kuliah online lebih banyak minusnya dari pada plusnya. Menurut saya kuliah online itu hanya membuat mahasiswa tidak berkembang, selalu berfikir pragmatis, mahasiswa lebih malas kebanyakan juga mahasiswa tidak memperhatikan dosen yang menjelaskan secara online. Selain itu tanggungan pulsa data, harus mencari jaringan yang stabil karena tak sedikit dosen mewajibkan untuk hadir,” tutur Indah.
“Belum lagi, kalau ada matakuliah yang membutuhkan penjelasan ekstra, contoh karena saya di jurusan ekonomi jadi untuk pembuatan kurva atau perhitungan akuntansi dan statistik harus dijelaskan secara langsung makanya kuliah online tidak menjadi efektif,” sambungnya.
Mahasiswa lain juga menyetujui pendapat mahasiswi yang akrab disebut Indah tersebut. Mereka merasa bahwa tugas kuliah online terlalu membebani mahasiswa. Tugas-tugas yang diberikan dosen justru lebih banyak dibanding saat kuliah offline.
Pandangan yang sama juga diberikan oleh salah seorang mahasiswi Fakultas Fisip UG bernama Pertiwi Sudirman. Dia mengatakan, sangat merindukan kuliah offline dengan alasan yang hampir serupa dengan Indah.
“Kangen sekali kuliah offline, kangen teman-temannya. Kuliah offline juga lebih mudah paham materi karena dosen menjelaskan materi secara langsung. Kita juga bisa diskusi secara langsung. Kuliah offline tidak terasa ada kendala, kalau online banyak kendala terutama kendala internet dan laptop. Selain itu, tugas yang diberikan saat kuliah offline tidak sebanyak kuliah online,” ujar Tiwi.
Ada beragam pandangan lain tentang kuliah online ini. Kebanyakan dari mahasiswa mengungkapkan keluhannya setelah menjalani kuliah online selama beberapa minggu ini. Selain itu, ada yang lebih menyukai kuliah offline karena mendapat uang saku dari orang tuanya. Ada pula yang merindukan kuliah karena bisa bertemu teman-temannya dan bisa membeli jajanan sekitar kampus.
Selain itu Siti Azizah Bano, mahasiswa semester tingkat akhir ini juga mengungkapkan unek-uneknya yang merasakan ketidaknyamanan selama pandemi covid ini.
“Saya mahasiswa semester tingkat akhir, saya sudah tidak ada lagi mata kuliah, tapi kami sebenarnya butuh bimbingan secara tatap muka. Tapi sayang tidak bisa ketemu laangsung dengan dosen, tugas pun dikirim lewat email. Masih banyak yang saya rasa kurang jelas, apalagi terkait skripsi yang kita buat dan kita juga diburu dengan pelaksanaan wisuda yang kalau tidak salah sudah akan dilaksanakan bulan Juli,” imbuh Azizah. (Daily08)
#universitasgorontalo #UG #kampusgorontalo #dailypostid #headline #headlines