Jakarta – Nilai tukar rupiah dibuka pada posisi Rp16.420 per dolar AS dalam perdagangan pasar spot pada Kamis (27/6/2024) pagi ini. Mata uang Garuda melemah 7 poin atau 0,04 persen dari posisi sebelumnya. Pelemahan rupiah ini terjadi seiring dengan mayoritas mata uang di kawasan Asia yang juga berada di zona merah.
Beberapa mata uang yang turut melemah antara lain won Korea Selatan yang turun 0,11 persen, ringgit Malaysia yang melemah 0,06 persen, baht Thailand yang turun 0,04 persen, dan rupee India yang turun 0,17 persen. Di sisi lain, peso Filipina melemah 0,04 persen, yuan China turun 0,02 persen, dan dolar Singapura melemah 0,01 persen. Sebaliknya, yen Jepang menguat 0,19 persen dan dolar Hong Kong naik 0,02 persen.
Mayoritas mata uang negara maju menunjukkan penguatan, seperti euro yang naik 0,07 persen, dolar Kanada yang menguat 0,01 persen, dolar Australia yang naik 0,05 persen, dan poundsterling Inggris yang menguat 0,05 persen. Sementara itu, franc Swiss mengalami pelemahan sebesar 0,04 persen.
Proyeksi Ariston Tjendra: Rupiah Masih Akan Melemah
Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra memproyeksikan bahwa rupiah akan terus melemah terhadap dolar AS hari ini. Menurut Ariston, penguatan indeks dolar AS terhadap mata uang lainnya terus berlanjut. “Indeks dolar AS sudah naik ke atas 106,0 pagi ini, sementara sebelumnya masih di kisaran 105,6,” ujarnya.
Ariston menjelaskan bahwa penguatan dolar AS didorong oleh ekspektasi bahwa suku bunga AS tidak akan segera dipangkas. Hal ini terjadi karena inflasi di AS masih tinggi, yang disinyalir akan tetap bertahan. “Kondisi ekonomi AS yang masih baik berisiko menaikkan inflasi AS lagi,” kata Ariston kepada CNNIndonesia.com.
Dengan sentimen tersebut, Ariston memproyeksikan nilai tukar rupiah akan melemah ke level Rp16.480 per dolar AS, dengan potensi support di kisaran Rp16.380.
Analisis dan Dampak Terhadap Ekonomi
Pelemahan nilai tukar rupiah ini bisa berdampak pada berbagai sektor ekonomi, termasuk impor dan ekspor. Barang-barang impor akan menjadi lebih mahal, yang dapat mempengaruhi harga di pasar domestik dan menekan daya beli masyarakat. Sebaliknya, produk ekspor Indonesia bisa menjadi lebih kompetitif di pasar internasional, yang dapat meningkatkan pendapatan dari ekspor.
Namun, ketidakpastian ekonomi global dan kondisi inflasi di AS tetap menjadi faktor penentu yang harus diwaspadai oleh pelaku pasar. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau dan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah.
Dengan proyeksi pelemahan rupiah ini, pelaku usaha dan masyarakat diharapkan dapat mempersiapkan diri menghadapi potensi fluktuasi nilai tukar yang dapat mempengaruhi berbagai aspek ekonomi sehari-hari.