"> – Dwi Mefta Hulhudi, seorang Guru SMKN Wonosari, Kabupaten Boalemo ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum POLDA Gorontalo, melalui Surat Ketetapan, dengan Nomor S. Tap/ 55/ VII/ Res.1.10/ 2020/ Ditreskrimum.
Dwi dijerat dengan pasal Pengrusakan (Tanaman Tebu) Secara Bersama-sama (Pasal 170 ayat (1) dan Pasal 406 ayat (1) KUHPidana atas laporan dari Nur Intan Permatasari Sumarjo, yang diyakini mewakili Pihak Perusahaan Pabrik Gula Tolangohula Gorontalo.
Tim Kuasa Hukum PGRI yang mendampingi kasus tersebut, melalui konferensi pers menduga telah terjadi Modus “Mafia Tanah” atas kasus yang menimpa seorang guru miskin itu.
Pasalnya, Tim Kuasa Hukum PGRI, yang dipimpin Hamka Manoppo, M.Pd bersama dua rekan advokat, yakni Sitti Magfirah Makmur, SH., MH, dan Moh. Ikbal Kadir, SH., MH menemukan dugaan pemalsuan dokumen yang menjadi alat bukti pihak kepolisian.
“Setelah kami telusuri ternyata didapatkan Fakta-Fakta Hukum bahwa kasus ini terjadi karena adanya ‘Mafia Tanah’. Istilah ‘Mafia Tanah’ ini kami pinjam dari pernyataan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dari Kementerian ATR-BPN RI, Sofyan Djalil bahwa salah satu Modus ‘Mafia Tanah’ adalah Pemalsuan Dokumen,” tegas anggota Tim Kuasa Hukum PGRI, Sitti Magfirah Makmur, SH., MH, Selasa (4/8/2020) sambil menunjukkan link pemberitaan yang memuat statemen Kepala BPN itu.
Dijelaskan juga, bahwa alat bukti dasar penetapan Dwi sebagai tersangka, berupa Akta Jual Beli Tanah yang ditandatangani oleh dua orang saksi, yakni Kepala Desa Suka Maju, Tasman M. Dalusi (Almarhum) dan Sekdes Sukamaju, Harun Pakaya, serta ditandatangani oleh Penjabat Pembuat Akta Tanah, yakni Camat Paguyaman, Drs. Jahja K. Nasib (Almarhum).
“Saat kami konfirmasi, Camat dan Kades sudah meninggal dunia, sedangkan sekdes (Saksi Kunci dalam kasus ini) yang saat itu dicantumkan sebagai saksi dalam Akta Jual Beli Tanah Alhamdulillah masih ada, dan bisa memberi kesaksian dalam kasus ini, yang mana dirinya tidak pernah menandatangani Akta Jual Beli Tanah tersebut. Berarti, kami simpulkan bahwa tanda tangan beliau dipalsukan,” tambah advokat, Moh. Ikbal Kadir, SH., MH.
Lebih lanjut Tim Kuasa Hukum PGRI menjelaskan, tanah yang diklaim sebagai milik dari Pabrik Gula Tolangohula dan dilaporkan telah dirusak oleh Dwi bersama beberapa orang lainnya, ternyata milik dari warga desa setempat, yang dibuktikan dengan kepemilikan Sertifikat Tanah.
“Jadi, secara hukum, Sertifikat lebih kuat dibanding Akta Jual Beli Tanah. Bahkan, Ahli Waris Pemilik Tanah yang ikut menjadi tersangka dalam kasus ini telah bersaksi bahwa pemilik sertifikat tanah itu adalah Almarhum Suaminya. Dan ditegaskan bahwa almarhum tidak pernah menjual tanah ini kepada pihak Pabrik Gula,” ungkap Tim Kuasa Hukum.
“Jadi, sekali lagi kami meyakini bahwa tanda tangan dalam Akta Jual Beli Tanah yang menjadi bukti dasar tidak sama dengan tanda tangan Pemilik Sertifikat yang asli, dengan kata lain dipastikan tanda tangannya dipalsukan,” tegas advokat Sitti lagi.
Dugaan Modus “Mafia Tanah” lebih diperkuat dengan tahun penerbitan Akta Jual Beli Tanah yang digunakan sebagai bukti dasar ditetapkannya Dwi sebagai tersangka.
“Ya, dalam akta tersebut tercantum sebagai saksi kepala desa atas nama Tasman M. Dalumi dan Sekretaris Desa atas nama Harun Pakaya. Padahal pada saat pembuatan akta tersebut yakni tahun 1989. Nah, baik Tasman maupun Harun Pakaya saat itu belum menjabat sebagai kepala desa dan sekretaris desa,” ungkap advokat Moh. Ikbal.
“Atas dasar temuan fakta-fakta hukum ini, maka sekali lagi kami berkesimpulan Patut Diduga adanya ‘Mafia Tanah’ yang ‘bergentayangan’ di lingkungan Pabrik Gula Tolangohula Gorontalo,” sambung advokat Sitti.
Atas laporan pihak Pabrik Gula Tolangohula Gorontalo yang telah menjadikan Guru Dwi sebagai tersangka, Tim Kuasa Hukum PGRI pun segera menempuh langkah-langkah hukum selanjutnya, seperti Mengajukan Gugatan Praperadilan atas Penetapan Tersangka kepada Guru Dwi.
Kemudian Melaporkan kinerja oknum penyidik Polda Gorontalo yang terkesan tidak professional dan sewenang-wenang ke PROPAM POLDA Gorontalo. Lalu, meminta bantuan DPRD Provinsi Gorontalo sebagai Wakil Rakyat untuk dapat membantu mengusut tuntas kasus Mafia Tanah ini yang telah mengorbankan salah seorang pendidik atau guru yang penuh dedikasi terhadap dunia pendidikan.
“Serta langkah-langkah lain yang sesuai dengan norma sosial atau peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Tim Kuasa Hukum PGRI. (daily11/zal)