Jakarta– Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan mayoritas warga mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sebanyak 66,1 persen responden setuju dengan penghapusan aturan tersebut, sementara 31,3 persen tidak setuju.
Di antara responden yang mendukung penghapusan PT:
- 48,9 persen berpendapat bahwa langkah ini akan memberikan lebih banyak pilihan calon presiden dan wakil presiden kepada pemilih.
- 29,6 persen menilai penghapusan PT memungkinkan partai politik (parpol) mengajukan kader mereka sendiri tanpa harus berkoalisi.
- 16,3 persen percaya hal ini akan mempermudah proses pengajuan capres-cawapres oleh parpol.
Bagi 31,3 persen responden yang tidak setuju, berikut alasan utamanya:
- 50,1 persen khawatir banyaknya capres-cawapres akan membingungkan pemilih.
- 44,2 persen menganggap penghapusan PT dapat memunculkan kandidat yang tidak berkualitas.
- 3,5 persen merasa bahwa tidak semua parpol siap untuk mengajukan capres-cawapres.
Litbang Kompas juga menanyakan apakah calon presiden dan wakil presiden yang diajukan harus berasal dari kader partai politik. Mayoritas responden, yakni 64,7 persen, menyatakan setuju, sementara 33,8 persen tidak setuju, dan 1,5 persen tidak memberikan pendapat.
Survei ini dilakukan pada 6-9 Januari 2025, melibatkan 528 responden yang dipilih secara acak dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error ±4,22 persen.
Adapun presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.
MK berpendapat bahwa aturan tersebut tidak sejalan dengan prinsip:
- Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
- Hak memperjuangkan diri secara kolektif.
- Kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat,” kata Yusril dalam keterangannya pada Jumat (3/1).
(d10)