Jakarta — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memproyeksikan suhu di Indonesia akan mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2025. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebutkan bahwa anomali suhu diperkirakan akan terjadi di berbagai wilayah, dengan kenaikan mencapai antara +0,3 hingga +0,6°C dari rata-rata normal, terutama pada bulan Mei hingga Juli 2025.
“Rata-rata kenaikan suhu akan berada di kisaran 0,4°C di atas kondisi normal selama periode tersebut,” jelas Dwikorita dalam Konferensi Pers Climate Outlook 2025 yang disiarkan secara daring melalui kanal YouTube BMKG, Senin (4/11). Ia menambahkan, kenaikan suhu ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata selama 30 tahun terakhir (1991-2020).
BMKG mengidentifikasi sejumlah wilayah yang perlu mewaspadai peningkatan suhu signifikan. Wilayah tersebut meliputi Sumatra bagian selatan, Pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kenaikan suhu ini diperkirakan berdampak pada kondisi cuaca dan iklim di Indonesia, yang juga dipengaruhi oleh dinamika atmosfer dan kondisi di ekuator, seperti fenomena gelombang ekuator dan Madden-Julian Oscillation (MJO).
“Perubahan suhu ini perlu diperhatikan sebagai panduan untuk merencanakan berbagai kebijakan dan langkah mitigasi satu tahun ke depan,” tambahnya.
Kenaikan suhu yang dialami Indonesia ini tidak terlepas dari dampak krisis iklim yang melanda seluruh dunia. BMKG mencatat bahwa suhu global telah meningkat sebesar 1,45°C di atas rata-rata pra-industri (1850-1900). Akibatnya, akselerasi kenaikan muka air laut menjadi semakin tinggi, dari rata-rata 2,1 mm per tahun pada periode 1993–2002 menjadi 4,4 mm per tahun pada 2013–2021. Fenomena ini dipicu oleh mencairnya lapisan es kutub dan gletser akibat pemanasan global.
“Krisis iklim bukan lagi ancaman di masa depan, tetapi sudah terjadi saat ini. Ini adalah situasi serius yang memerlukan respons segera,” kata Dwikorita.
Indonesia turut merasakan dampak dari perubahan iklim ini. Dwikorita menyebutkan bahwa perubahan iklim menyebabkan berbagai perubahan signifikan di Indonesia, seperti peningkatan suhu, perubahan pola curah hujan, dan kenaikan muka air laut. Salah satu contoh dampak nyata adalah mencairnya gletser tropis di Puncak Jaya, Papua. Salju abadi di puncak ini menyusut hingga 98 persen sejak 1850, dari 19,23 kilometer persegi menjadi hanya 0,23 kilometer persegi pada April 2022.
BMKG mencatat bahwa laju kenaikan suhu di Indonesia berada pada 0,15°C per dekade, yang menunjukkan tren peningkatan suhu yang cukup signifikan. Peningkatan suhu ini mendekati batas yang disepakati dalam Perjanjian Paris 2015, yang menetapkan agar kenaikan suhu global tidak melebihi 1,5°C. Namun, kenaikan suhu dunia saat ini sudah mendekati 1,45°C, mengindikasikan bahwa upaya global untuk menahan laju pemanasan masih menghadapi tantangan besar.
BMKG mengingatkan bahwa dampak krisis iklim akan semakin terasa jika tidak ada upaya mitigasi yang konkret. Negara-negara, termasuk Indonesia, dihadapkan pada ancaman kekeringan dalam beberapa dekade ke depan jika tren pemanasan global tidak berhasil dikendalikan. BMKG mengimbau pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam mengurangi emisi dan mendukung langkah-langkah ramah lingkungan guna memperlambat laju krisis iklim.
“Kami berharap data iklim ini menjadi pegangan penting dalam menyusun kebijakan jangka panjang untuk mengatasi dampak perubahan iklim,” tutup Dwikorita.
Dengan peningkatan suhu yang terus terjadi, berbagai pihak perlu bersiap menghadapi dampak krisis iklim dan menjalankan langkah-langkah adaptasi yang lebih strategis.
(D08)