Resolusi 2024: Indonesia Maju Bersama Pemuda

Dailypost.id
Indonesia Maju bersama Pemuda (Ilustrasi/Istimewa)
Oleh : Zunairah Fattiyah (Aktivis Muslimah)

DAILYPOST.ID Opini- Keterlibatan pemuda dalam pemilu 2024 menjadi harapan besar pemerintah bagi kemajuan Indonesia. Namun, dapatkah pemuda membawa pengaruh besar seperti yang diinginkan? Apakah ini menjadi sebaik-baik resolusi di tahun 2024? Ayo kita remin dulu di 2023!

Remind 2023

https://wa.wizard.id/003a1b

Jika kita kilas balik potret Indonesia di tahun 2023, dimana berbagai polemik terjadi. Mulai dari kemiskinan yang mengakibatkan seorang pria sampai merobek perutnya karena tak sanggup membeli beras untuk keluarganya, juga harga pangan dan biaya sekolah yang semakin mahal, anak-anak stunting, belum lagi masalah generasi yang semakin jauh dari adab dan akhlak yang baik, hamil diluar nikah, pembunuhan, pemerkosaan, pembullyan, bahkan dari segi hukum pun banyak regulasi-regulasi yang diubah berdasarkan kepentingan segelintir orang, misalnya hukuman bagi Ferdi Sambo yang berangsur-angsur mendapatkan keringanan, para koruptor merajalela, hingga perubahan UU tentang batas usia dalam mencalonkan diri sebagai cawapres.

Daftar polemik yang terjadi di Gorontalo juga menjadi PR besar bagi pemerintah. Dimana sejak Januari-Juli 2023 kemarin, ada 25 kasus bunuh diri di Gorontalo (RRI.co.id, 3 Agustus 2023). Masalah harga pangan juga menjadi peringatan di tahun kemarin, rakyat menjerit karena meroketnya harga cabai mencapai 140 ribu rupiah per kilogram di bulan Desember. Hal ini menjadi salah satu penyebab Gorontalo mengalami inflasi 1,32%, dilansir oleh Detik.com, 2 Januari 2024.

Sekelumit masalah ini telah menjadi masalah tahunan yang kerap kali terjadi. Solusi demi solusi telah dikerahkan untuk setiap problem, namun rupanya tidak berujung tuntas. Sehingga, oleh pemerintah mulai menggandeng para pemuda untuk memikirkan bersama masalah negeri ini dengan ikut berpartisipasi dalam pemilu tahun 2024, demi kemajuan Indonesia ke depannya. Namun, benarkah keterlibatan pemuda dalam politik dapat membawa pengaruh besar bagi Indonesia?

Keberlimpahan Pemuda, Untuk Perubahan?

Indonesia merupakan negara yang memiliki pemuda yang berlimpah. Pada tahun 2045 nanti, Indonesia genap 100 tahun dan diprediksi akan menghadapi ledakan bonus demografi yang sangat luar biasa. Dimana sekitar 70% penduduk Indonesia berada pada usia produktif. Dan berdasarkan data dari KPU yang dilansir oleh databoks, saat ini generasi millennial dan generasi Z merupakan pemilih terbanyak, yaitu 113 juta. Sementara 46.800.161 juta diantaranya adalah pemilih pemula.

Berlimpahnya para pemilih pemuda ini menjadi sorotan para kontestan pemilu untuk menggandeng mereka dalam politik. Namun, alih-alih bertujuan untuk membawa perubahan, para pemuda yang memiliki banyak potensi justru hanya dijadikan sebagai alat politik untuk melancarkan tujuan mereka hingga menduduki bangku kekuasaan. Kita bisa lihat, hari ini para kontestan berusaha hati pemuda dengan berbaur dan melakukan personal branding di media sosial. Ya, kita tahu bahwa pemuda hari ini sangat melekat dengan ponsel dan sosial media. Ketika pemuda hari ini banyak yang suka K-pop, maka kontestan pun menjelma menjadi ‘oppa’ ceunah. Pemuda hari ini banyak yang suka anime, maka kontestan yang lain menjelma menjadi wibu, dan tidak sedikit pula mereka mengadakan diskusi-diskusi yang melibatkan pemuda yang memiliki ambisi untuk berubah, memberikan penghargaan, hingga menggandeng mereka untuk berpartisipasi masuk dalam kubu mereka.

Tidak masalah jika pemuda berkontribusi dalam politik. Namun, persoalannya adalah wadah tempat pemuda berkecimpung didalamnya perlu dikritisi. Dimana paradigma kepemimpinan hari ini nyata-nyata hanya mengutamakan kursi untuk kepentingan diri sendiri dan kubunya, serta bukan semata-mata memprioritaskan pengurusan rakyat. Sementara pemuda hanya menjadi alat untuk mendapatkan suara, bahkan jadi penarik suara-suara pemuda lainnya. Apun jika pemuda berhasil terpilih, maka aspirasinya tidak sepenuhnya didengar, karena para petinggi yang sepuh akan menetapkan kebijakan sesuai pesanan para pemilik modal. Akibatnya, kecil kemungkinan bagi pemuda untuk bisa membawa perubahan secara keseluruhan.

Mungkin saja janji-janji manis yang dilontarkan memang sangat menggoda, namun semua itu hanya ilusi bagi sebagian besar pemuda diluar sana. Bukti nya, sampai detik ini biaya kuliah mahal, lapangan pekerjaan sempit, dan pengangguran masih banyak. Semua itu dialami oleh pemuda, bukan?

Paradigma seperti ini lahir dari pemahaman sekulerisme-kapitalisme. Terpisahnya kehidupan dari aturan agama mengakibatkan manusia bebas melakukan apapun hanya dengan pertimbangan untung-rugi. Sehingga sekelintir orang merasakan keuntungan yang berlipat, sedangkan sebagian besar rakyat terdzolimi. Oleh karena itu, sekalipun seorang pemuda yang nantinya memimpin negeri ini, tetapi jika paradigma kepemimpinannya masih seperti ini, maka kita hanya mengulang sakit hati yang kesekian kalinya.

The Real Resolusi 2024

Jika paradigma kepemimpinan politik dalam sekuler hari ini yang terpisah dari aturan agama mengakibatkan rakyat sengsara, maka, bagaimana jadinya jika aturan kehidupan tidak terpisah dengan aturan agama?

Berdasarkan hasil kajian, Islam satu-satunya agama yang memiliki aturan agama dan aturan dalam kehidupan. Tidak hanya mengatur sholat, zakat, puasa, haji, namun juga mengatur bagaimana alam berpendidikan, sosial, ekonomi, hingga politik. Adapun politik dalam Islam adalah bagaimana seorang pemimpin mengurus urusan rakyatnya. Ia harus memastikan seluruh rakyat mendapatkan 6 kebutuhan, yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis. Maka, tentulah pemimpin dalam Islam tidak mencalonkan diri sendiri, tetapi di tunjuk oleh rakyatnya. Di masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, ketika ia terpilih menjadi khalifah/pemimpin beliau menangis dan mengatakan “Innalillahi wainnailaihirojiun” tidak pernah terbesit dipikirannya untuk memimpin, karena tanggung jawabnya sangat besar di hadapan Allah nanti. Pun di masa kepemimpinan Umar bin Khattab, beliau mendapatkan anak-anak yang merengek minta makan kepada ibunya yang miskin, saat itu pula Umar langsung memikul sendiri gandum dari gudang penyimpanan dan sangat menyesal dirinya karena telah lalai dalam memimpin. Sungguh, paradigma kepemimpinan Islam, bukan untuk mendapatkan kursi, tetapi semata-mata untuk mengurus rakyat dengan aturan Islam.

Adapun jika terdapat keganjalan dalam kepemimpinan, maka disitulah tugas seorang pemuda untuk mengoreksi kebijakan yang menyimpang dari aturan Islam.

 

Share:   

FOLLOW US ON FACEBOOK
FOLLOW US ON INSTAGRAM
FOLLOW US ON TIKTOK
@dailypost.id
ekakraf multimedia