Oleh : Anisa T. Ibrahim
Opini — Perkembangan teknologi pada era modern ini bergerak dengan kecepatan yang semakin pesat. Hampir pada setiap aspek kehidupan senantiasa terjadi inovasi dalam bidang teknologi yang tentunya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. salah satunya adalah muncul teknologi yang dapat membantu financial masyarakat, khususnya gen z. diketahui sebanyak 78% generasi milenial dan gen x telah menggunakan aplikasi seperti dompet digital, layanan pinjaman dan pembayaran digital. Bahkan menurut data (OJK) mengungkap bahwa gen x dan milenial menjadi penyumbang utama kredit macet pinjol.
Gen z menggunakan pinjol ini bukan hanya terkait dengan kebutuhan mendesak, tetapi juga sering dikaitkan dengan gaya hidup. Beberapa remaja dan anak muda menggunakan pinjol untuk membeli barang-barang konsumtif seperti gadget dan pakaian, bukannya untuk kebutuhan mendasar. Hal Ini terjadi di berbagai wilayah, termasuk juga remaja gorontalo.
Perilaku gen z yang demikian merupakan akibat dari gaya hidup FOMO yang menjadi tren di tengah-tengah mereka. FOMO adalah gejala sosial yang timbul ketika seseorang tidak ingin ketinggalan dan tidak mau sendirian. Ini terutama karena pengaruh dari internet dan media sosial yang membuat seseorang ingin mendapatkan pengalaman sebagaimana orang lain. Sehingganya ketika rekannya memiliki ponsel dengan merek terbaru, dia pun ingin memilikinya. Walaupun harus utang sana sini. Seperti kata-kata remaja yang viral di sosmed, “Gaya elit, ekonomi sulit”.
Lantas, mengapa gen z terjerat dengan gaya hidup fomo ini? Yang membuat mereka menjadi orang yang konsumtif. Gampang terbawa arus dengan berbagai tren yang ada, padahal dia sendiri tidak mampu seperti itu.
Perilaku konsumtif, FOMO, atau berbagai gaya hidup bebas lainnya yang sudah mengakar pada gen z merupakan akibat dari pemikiran mereka yang beranggapan bahwa manusia bebas berbuat apa saja sesuai dengan keinginannya. Kemudian dipengaruhi oleh pandangan mereka terhadap dunia adalah untuk mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya, hidup harus bermewah-mewah. Oleh karena itu tidak jarang mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan kebahagiaan itu walaupun dengan berbagai macam cara.
Pandangan-pandangan tersebut muncul karena gen z jauh dari pemahaman agama yang sesungguhnya. Mereka memisahkan aturan agama dengan kehidupan. Inilah sistem kehidupan yang sedang kita terapkan. Jauh dari aturan agama, sehingga terciptalah masyarakat yang konsumtif, hedonis, meski harus berhutang.
FOMO tidak lebih dari fenomena yang menunjukkan krisis jati diri di kalangan generasi. Sudut pandang yang memaknai kebahagiaan sebatas gemerlapnya dunia telah berdampak pada labilnya generasi dalam memaknai hidup. Sudah selayaknya, generasi memahami perannya sebagai Agent of Change. Bukan malah disilaukan dengan fatamorgana dunia.
Sudah saatnya generasi melirik pada aturan islam, yang sudah terjamin melahirkan generasi-generasi yang berkualitas. Bukan hanya berkualitas pada ilmu dunia, tapi juga akhirat.
Islam memandang bahwa generasi merupakan potensi besar dan kekuatan yang dibutuhkan umat sebagai agen perubahan. Berada pada usia produktif menjadikan para generasi memegang peranan penting dalam menciptakan model masyarakat yang tidak hanya sibuk dengan perkara duniawi saja. Sebaliknya, generasi memiliki kontribusi besar dalam mengarahkan masyarakat yang memahami pentingnya dimensi ukhrawi dalam menjalani kehidupan.
Jika sistem hari ini seakan memberi pemakluman pada usia muda untuk menikmati berbagai kemewahan hidup, Islam justru berbeda. Islam menegaskan bahwa usia muda adalah fase ketika manusia seharusnya memberikan amal terbaik. Di dalam islam, Negara berperan sentral untuk menumbuhkan cita-cita untuk membangun dan melanjutkan peradaban dengan mentalitas keimanan pada diri generasi. Ini adalah kekuatan besar suatu peradaban yang tiada bandingnya. Pemahaman generasi mengenai tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah, akan menuntun mereka untuk melakukan perbuatan berlandaskan rida Allah. Prinsip ini, membuat pemuda mampu melejitkan potensinya dan mempersembahkan karya terbaik semata untuk meninggikan peradaban Islam.
Untuk itulah, negara berperan besar dalam mengarahkan potensi generasi. Negara bertugas melaksanakan sistem pendidikan dengan kurikulum yang berfokus pada pembentukan kepribadian Islam. Negara juga menjalankan sistem kurikulum pendidikan yang mengarahkan life skill generasi sesuai visi politik negara yakni menjadi negara yang mandiri dan terdepan di kancah internasional.
media yang selama ini menjadi pintu untuk merusak generasi akan negara tata ulang dengan membersihkan arus informasi dan teknologi dari upaya pembajakan potensi generasi yang melenakan. edukasi di media yang selaras dengan tujuan pendidikan yakni membentuk kepribadian Islam yang tangguh dan mengukuhkan pemahaman generasi mengenai berbagai skill yang bermanfaat dalam mendukung kebutuhan negara akan tenaga ahli.
Versi terbaik generasi Islam inilah yang pernah menjejaki peradaban Islam di berbagai masa kejayaannya. Generasi yang mewakafan dirinya untuk kemuliaan Islam yang tidak silau dengan fatamorgana dunia, alih-alih terbawa arus fenomena FOMO. Inilah generasi yang memahami jelas makna sabda Rasulullah saw., “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya. seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah.” (HR Bukhari-Muslim). Wallahualam bissawab