Jakarta –– Rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menerapkan tarif bea masuk 200% bagi barang impor asal China mendapat sorotan tajam dari Komisi VI DPR RI. Kebijakan ini dipertanyakan karena berpotensi menimbulkan efek domino yang merugikan berbagai sektor industri nasional dan meningkatkan masuknya barang impor ilegal.
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menilai bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji ulang mengingat potensi dampaknya yang luas terhadap industri dalam negeri.
“Industri tekstil misalnya, akan sangat terpukul jika kebijakan bea masuk 200% diterapkan secara umum,” ujarnya dengan tegas.
Penyesuaian Kebijakan yang Tepat
Darmadi menegaskan pentingnya pendekatan kebijakan yang spesifik untuk setiap sektor industri.
“Setiap sektor memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda, sehingga kebijakan yang diterapkan harus mengakomodasi kebutuhan unik masing-masing sektor,” tambahnya.
Menurut Darmadi, kebijakan bea masuk yang sangat tinggi seperti ini berpotensi memicu lonjakan impor ilegal.
“Tingkat pajak yang mencapai 200% tentu akan mendorong masuknya barang-barang ilegal ke dalam negeri,” katanya dengan khawatir.
Ia juga mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam menegakkan hukum jika kebijakan tersebut diterapkan. “Apakah kita memiliki sistem penegakan hukum yang memadai untuk mengatasi gelombang barang ilegal yang mungkin masuk?” ujarnya.
Darmadi memberikan contoh beberapa sektor industri yang berpotensi terdampak, seperti industri kosmetik, elektronik, dan alas kaki. “Untuk menjaga keberlangsungan industri ini, diperlukan strategi kebijakan yang bijaksana dan tidak merugikan,” paparnya.
Komisi VI DPR RI menekankan perlunya Kemendag untuk melakukan kajian yang lebih mendalam dan identifikasi permasalahan secara komprehensif sebelum merumuskan kebijakan final terkait tarif bea masuk ini. Diharapkan langkah ini dapat menghasilkan kebijakan yang lebih terukur dan tidak merugikan industri nasional.
(d08)