Gorontalo – Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus Pos) Cabang Gorontalo diduga melakukan praktik pemerasan terhadap nasabahnya sendiri. Seorang nasabah yang telah membayar cicilan kredit selama lebih dari empat tahun dengan total setoran mencapai ratusan juta rupiah, justru kembali ditagih sebesar Rp220 juta untuk pelunasan sisa utang, jauh melebihi pokok pinjaman awal.
Padahal, nasabah tersebut telah menggugat ke pengadilan dan dimenangkan melalui putusan hukum yang berkekuatan tetap. Namun hingga berita ini diterbitkan, Koperasi Kopnus Pos Cabang Gorontalo tetap mengabaikan putusan pengadilan tersebut, dan tidak menunjukkan itikad baik untuk menghentikan penagihan yang dinilai sepihak dan tidak rasional.
“Ini bukan sekadar kelalaian administrasi. Ini murni dugaan pemerasan yang dilegalkan oleh sistem koperasi. Sudah bayar lebih dari Rp165 juta, kok masih ditagih Rp220 juta?” kata kuasa hukum nasabah, Ariyanto Puluhulawa, S.H, S.Kom, kepada wartawan.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh redaksi, nasabah tersebut sebelumnya meminjam dana sebesar Rp176 juta dengan tenor 15 tahun. Selama 4 tahun 3 bulan, ia rutin membayar cicilan bulanan sebesar Rp3,2 juta yang secara otomatis dipotong dari gaji pensiunannya, ditambah satu pinjaman lain dengan cicilan Rp315 ribu/bulan selama lebih dari satu tahun. Jika diakumulasi, nasabah telah menyetor lebih dari Rp180 juta.
Namun saat mengajukan pelunasan, Kopnus Pos malah memberikan total tagihan baru sebesar Rp220 juta, tanpa rincian transparan mengenai perhitungan bunga atau sisa kewajiban.
Dalam amar putusan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Gorontalo, koperasi seharusnya menghitung kembali kewajiban utang sesuai pokok pinjaman dan jumlah yang telah dibayarkan. Akan tetapi, koperasi tetap bertahan pada skema tagihannya.
“Kami melihat ini sebagai bentuk penghinaan terhadap hukum, yang bisa dikategorikan sebagai contempt of court,” ujar Ariyanto yang juga merupakan Ketua YLKI Provinsi Gorontalo, kepada redaksi.
Kasus ini mempertegas adanya celah besar dalam pengawasan koperasi di Indonesia. Tidak sedikit lembaga keuangan berbentuk koperasi yang justru menjalankan praktik bunga tinggi, penalti tersembunyi, dan menjerat nasabah tanpa kejelasan akuntabilitas.
Masyarakat, terutama yang menjadi nasabah Kopnus Pos, mulai bersuara di berbagai platform digital, mendesak OJK dan Satgas Waspada Investasi untuk turun tangan menyelidiki skema pembiayaan di koperasi tersebut.
Saat berita ini diturunkan, pihak media masih berupaya mengkonfirmasi langsung ke pihak KOPNUS Pos Cabang Gorontalo. (D10)