Oleh: Cika Kintan Maharani
Opini — Provinsi Gorontalo tengah menghadapi situasi darurat kesehatan, di mana kasus HIV terus meningkat secara signifikan. Berdasarkan data terbaru yang dihimpun, lebih dari seribu kasus HIV telah tercatat di wilayah ini, tersebar di seluruh kota dan kabupaten.
Peningkatan kasus ini sebagian besar didominasi oleh kelompok LSL (Laki Seks Laki), yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, seperti pekerja seksual komersial (PSK) dan penyuka sesama jenis, seperti Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT), yang menjadi penyebab utama penyebaran virus tersebut (Sumber: terasindo.id).
Di sisi lain, kasus narkoba di Gorontalo pada tahun 2019 didominasi oleh pelajar. Dari 110 pengguna yang ditangani Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Gorontalo, 69 di antaranya adalah pelajar. Pada tahun yang sama, BNN Provinsi Gorontalo menangani sebanyak 10.244 pengguna narkoba. Gorontalo menduduki peringkat kelima pengguna terbesar di Indonesia (Sumber: Banthayo.id).
Gorontalo juga tidak asing dengan kasus perundungan. Seperti yang terjadi baru-baru ini, di mana sejumlah siswa laki-laki diduga melakukan perundungan terhadap seorang siswa SMK Negeri 1 Gorontalo berinisial AR (14), yang akhirnya dilarikan ke rumah sakit karena tidak sadarkan diri.
Di tengah banyaknya problematika remaja di Gorontalo, pemerintah lebih fokus menggaungkan moderasi beragama di lingkungan pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Gorontalo adalah melalui Tim Kerukunan Umat Beragama (KUB) yang melakukan sosialisasi moderasi beragama di MAN 2 Kabupaten Gorontalo dan MTsN 2 Kabupaten Gorontalo pada Rabu (11/09/24).
Pemahaman terkait empat pilar moderasi beragama kepada generasi Z dianggap sangat penting. Harapannya, mereka dapat mengimplementasikan empat pilar tersebut, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan adaptif terhadap budaya dalam kehidupan bermasyarakat.
Kementerian Agama juga memiliki tugas penting dalam membangun karakter bangsa melalui pendidikan agama. Pendidikan agama yang moderat adalah fondasi kokoh dalam mewujudkan kerukunan umat beragama demi tercapainya tujuan pembangunan. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas dalam sambutannya pada peringatan Hari Amal Bakti (HAB) ke-78 yang disampaikan oleh Pj Bupati Barito Utara, Drs Muhlis, di lapangan MTsN Barito Utara, Rabu (3/1/2024) (Sumber: spiritkalteng.com).
Pembinaan moderasi beragama tidak hanya menyasar pelajar, tetapi juga digencarkan di kalangan ASN Kemenag Gorontalo. Pemerintah juga menunjukkan keseriusan dalam menggaungkan moderasi beragama dengan melaksanakan program kampung moderasi beragama yang diselenggarakan oleh Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Gorontalo pada Selasa (23/4/2024) di Kelurahan Biawao. “Kampung moderasi beragama tidak sekadar menjadi program seremonial, tetapi harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Lurah Biawao, Nurhadi Taha, usai pelaksanaan kegiatan di aula kantor Lurah Biawao.
Moderasi beragama dianggap sebagai kunci penting dalam meminimalisir radikalisme dan ekstremisme di Indonesia. Kementerian Agama memainkan peran penting dalam menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia. Oleh karena itu, upaya mendorong moderasi beragama harus terus dilakukan untuk menghadapi ideologi radikalisme yang kian meluas.
Namun, kekhawatiran sesungguhnya bukan pada kerusakan moral remaja, melainkan pada kebangkitan Islam. Pemerintah tampaknya memainkan peran sebagai penjaga sistem sesuai arahan Barat. Persoalan horizontal antarumat beragama yang menjadi alasan moderasi agama, sebenarnya hanyalah bagian kecil dari masalah yang dihadapi bangsa. Sebaliknya, moderasi beragama justru dapat memunculkan masalah baru di tengah masyarakat.
Makna dari moderasi beragama adalah pemahaman agama secara moderat, yang lahir dari pandangan keagamaan yang dipengaruhi oleh perspektif sekuler. Istilah ini berasal dari Barat untuk melawan umat Islam yang ingin menjalankan Islam secara kaffah, yang sering dicap sebagai “radikal.”
Moderasi beragama sebenarnya adalah agenda global. Setelah peristiwa 9/11, Barat (khususnya AS) menggunakan isu terorisme sebagai alat untuk melawan Islam. Dalam upaya tersebut, AS mempromosikan “Islam moderat” sebagai tandingan dari “Islam radikal,” yang kemudian berkembang menjadi konsep moderasi beragama.
Sebagai umat Islam, kita tidak boleh memandang remeh masalah ini. Proyek moderasi beragama sejatinya merupakan bagian dari strategi global AS dan sekutunya untuk membendung kekuatan Islam. Mereka meyakini bahwa jika umat Islam tetap memegang teguh agamanya, kapitalisme akan terancam di negeri-negeri Muslim.
Bukti bahwa moderasi beragama adalah rekayasa Barat dapat ditemukan dalam buku Building Moderate Muslim Network yang ditulis oleh RAND Corporation. Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa Muslim moderat adalah mereka yang menyebarkan nilai-nilai peradaban demokrasi, seperti HAM, kesetaraan gender, pluralisme, serta penerimaan terhadap hukum nonsektarian, dan yang menolak kekerasan serta terorisme.
Pelajar seharusnya menjadi duta Islam yang murni, tanpa terpengaruh oleh pemikiran Barat. Pemuda Islam yang memiliki kepribadian Islam, berani membela kebenaran, dan berjiwa pemimpin hanya dapat diwujudkan dalam Daulah Islam. Di bawah Daulah Islam, kualitas remaja akan dijaga dan ditingkatkan melalui sistem pendidikan Islam, serta tradisi dakwah akan terus hidup. Generasi inilah yang akan menjadi penjaga Islam dan daulah.
Wallahu a’lam.