Polemik Pembebasan Lahan di Hutabohu, Deprov Gorontalo Soroti Lambannya Tindak Lanjut Pemerintah

Dailypost.id
Rapat Kerja Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo pada Senin (9/12/2024)

DAILYPOST.ID Gorontalo — Persoalan pembebasan lahan milik Hamim Modjo seluas 7,2 hektar di Desa Hutabohu, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo, kembali disoroti dalam Rapat Kerja Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo pada Senin (9/12/2024). Rapat yang digelar di Ruang Rapat Dulohupa ini dihadiri oleh berbagai stakeholder terkait, termasuk pihak Badan Keuangan, Biro Hukum Pemerintahan Provinsi Gorontalo, dan pemilik lahan.

Mantan pejabat Biro Pemerintahan yang menangani masalah pembebasan lahan ini memberikan penjelasan terkait sejarah pembayaran lahan tersebut.

https://wa.wizard.id/003a1b

“Panjar itu didasarkan pada harga setempat. Saat saya menjabat eselon 4 di Biro Pemerintahan, harga yang kami dapatkan dari desa adalah seperti itu. Namun, sejak 2014 saya tidak mendengar kabar lagi mengenai masalah ini karena saya dipindahkan ke Badan Penanggulangan Bencana,” ujarnya.

Menanggapi pernyataan itu, Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Fikram Salilama, menilai harga yang dibayarkan untuk pembebasan lahan tersebut sangat tidak sesuai dengan harga pasaran saat itu.

Baca Juga:   Aleg Deprov Fikram Salilama Sarankan Aturan Pakai Kerawang Setiap Senin dapat Dipertimbangkan

“Dengan harga Rp841 juta untuk luas 7,2 hektar, itu tidak sesuai. Berdasarkan harga tahun saat itu, dengan kisaran harga Rp25.000 hingga Rp50.000 per meter persegi, lahan tersebut seharusnya bernilai sekitar Rp3,5 miliar,” jelasnya.

Ia mendesak agar masalah ini diselesaikan segera.

“Jangan sampai pemerintah menunggu pemilik lahan meninggal baru masalah ini dianggap selesai,” imbuhnya.

Fikram pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya tindak lanjut dari pemerintah.

“Pemerintah ini tidur? makanya tidak ada tindak lanjut. Saya khawatir masalah ini terus berlarut-larut. Pemilik lahan harusnya tidak perlu meminta-minta terus, dan pemerintah tidak boleh dipandang seperti makelar. Rakyat sudah menunggu 12 tahun untuk mendapatkan hak mereka,” ungkap Fikram dengan tegas.

Baca Juga:   Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo Minta PT Biomasa Jaya Abadi Lengkapi Surat Izin Operasi

Fikram menegaskan bahwa penyelesaian masalah ini harus dilakukan secepatnya untuk melindungi hak rakyat.

“Masalah ini sudah terlalu lama tertunda. Kami meminta agar rekomendasi dari rapat ini segera dilaksanakan hingga masalah ini tuntas. Hak rakyat tidak boleh dibiarkan begitu saja,” tutupnya.

Sementara itu, Pihak Bidang Aset Badan Keuangan Provinsi Gorontalo menyampaikan bahwa lahan tersebut telah tercatat sebagai aset milik Pemprov Gorontalo, dengan total pembayaran yang telah dilakukan sebesar Rp841 juta dalam tiga kali pembayaran.

“Pembayaran yang dilakukan terdiri dari Rp341 juta, Rp500 juta, dan totalnya mencapai Rp841 juta. Namun, kami juga menyadari adanya perbedaan dalam luas lahan yang sebenarnya dan itu akan dilakukan koreksi,” kata perwakilan Bidang Aset.

Baca Juga:   Kasus Dugaan Perundungan di SMK 1 Gorontalo Jadi Sorotan Wahyu Moridu: Sekolah Harus Bertanggung Jawab

“Kami mengharapkan masukan dari Komisi I terkait kelanjutan pembayaran, apakah sesuai dengan luas lahan yang pada waktu itu atau dengan harga lahan yang berlaku saat ini,” lanjutnya.

Biro Hukum Pemerintahan Provinsi Gorontalo menambahkan bahwa jika lahan tersebut masih dibutuhkan untuk pembangunan oleh pemerintah, maka pembayaran lanjutan akan dikaji kembali.

“Namun, jika lahan ini tidak lagi bermanfaat, kami akan mempertimbangkan untuk menghapuskan aset ini,” ujarnya.

(d09)
Share:   

FOLLOW US ON FACEBOOK
FOLLOW US ON INSTAGRAM
FOLLOW US ON TIKTOK
@dailypost.id
ekakraf multimedia