Oleh : Anisa ibrahim (Aktivis Dakwah)
Opini- Kaum muslim sedang bergembira karena akan menyambut bulan ramadan yang sedikit lagi akan datang. Berbagai macam persiapan tentu sudah dilakukan oleh mayoritas kaum muslim untuk mennyambut ramadan kali ini. Namun sayangnya ditengah kegembiraan kaum muslim, ada kabar yang sepertinya mengurangi suka cita dalam menyambut bulan ramadan. Hal ini dikarenakan naiknya beberapa harga sembako di pasaran. Seperti sudah menjadi tradisi, setiap ramadan harga sembako selalu naik. Padahal sembako adalah kebutuhan sehari-hari yang sangat penting, apalagi ketika ramadan datang.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menemukan adanya kenaikan harga pada sejumlah bahan pokok seperti gula konsumsi, beras, dan cabai merah keriting, Minggu (11/02/2024). Setahun terakhir harga beras memang terus mengalami kenaikan tinggi, bahkan kenaikan harga beras di tahun 2023 nyaris 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya.
komoditas beras premium secara rata-rata mengalami kenaikan harga sebesar 21,58 persen menjadi Rp 16.900 per kg, padahal HET beras premium sebesar Rp 13.900 per kg sebagaimana telah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas).”Sedangkan beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44 persen dari HET sebesar Rp 10.900 per kg menjadi Rp 14.000 per kg,”
Cabai merah keriting terpantau mengalami kenaikan yang sangat signifikan jelang Ramadan. Fanshurullah menyebut, HET cabai merah keriting adalah Rp 55.000 per kg namun di pasaran ditemukan harga cabai merah keriting sebesar Rp 150.000 per kg.
Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Harga beras yang mahal akan menyusahkan setiap orang. Penghasilan keluarga akan banyak keluar untuk belanja beras sehingga mengurangi belanja kebutuhan yang lain. Bagi masyarakat miskin, kenaikan harga beras juga akan menjadikan mereka tidak bisa membeli beras dalam jumlah yang layak.
Pemerintah selama ini mengeklaim kebijakan bansos sebagai solusi efektif terhadap kenaikan harga beras. Namun nyatanya, meski ada bansos, harga beras tetap naik. Apalagi tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos. Pada faktanya banyak bansos yang tidak tepat sasaran.
Sesungguhnya, salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras. Saat ini, rantai distribusi beras dikuasai oleh sejumlah perusahaan. Perusahaan besar ini memonopoli gabah dari petani dengan cara membeli gabah petani dengan harga yang lebih tinggi sehingga banyak penggilingan kecil yang gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan gabah.
Tidak hanya menguasai sektor produksi, perusahaan besar ini juga menguasai sektor distribusi. Mereka menggiling padi dengan teknologi canggih sehingga menghasilkan padi kualitas premium, sedangkan penggilingan kecil hanya bisa menghasilkan beras kualitas medium. Dengan demikian, perusahaan besar mampu menguasai pasar dengan memproduksi beras berbagai merek. Di sisi lain, ada larangan bagi petani untuk menjual beras langsung ke konsumen.
Dengan menguasai (memonopoli) distribusi beras, perusahaan besar mampu mempermainkan harga dan menahan pasokan beras. Beras ditahan di gudang-gudang sehingga harganya naik dan baru dijual ke pasar ketika harga tinggi. Tidak hanya merugikan konsumen, praktik ini juga merugikan petani.
Kekacauan pengaturan beras ini berasal dari penerapan sistem politik dan ekonomi yang rusak.
Sistem politik yang digunakan meminimkan peran negara sebatas regulator dan fasilitator, dan minus dari tanggung jawab yang sebenarnya. Akibatnya kehadiran negara hampir tidak terasa di tengah masyarakat.
Sedangkan penerapan sistem ekonomi liberal, membuka ruang seluas-luasnya bagi swasta baik korporasi lokal maupun asing untuk menguasai ranah usaha pertanian pangan.
Sehingga untuk memperbaiki masalah kenaikan beras ini pemerintah harusnya melakukan evaluasi terkait sistem pengelolaan yang digunakan saat ini.
Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis karena menyangkut kebutuhan hidup orang banyak. Negara wajib mengelola beras sejak produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. Negara harus memastikan rantai distribusi ini sehat, yakni bebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi.
Negara yang mampu mewujudkan jaminan pengelolaan komoditas pangan hanyalah Negara yang menerapkan aturan islam. Di dalam islam, Politik ekonomi negara Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat per individu, termasuk kebutuhan pangan. Negara mewujudkan jaminan ini dengan menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban negara.
Pada sektor produksi, negara akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani. Bantuan tersebut bisa berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian, dll.. Sedangkan pada sektor distribusi,negara akan memastikan bahwa tidak ada hambatan distribusi.
Negara juga melarang praktik monopoli dan menimbun beras maupun komoditas lainnya. Pelaku penimbunan akan diberi sanksi yang tegas dan menjerakan. Tidak akan ada mafia pangan, pelaku dan aparat yang terlibat akan dihukum dengan adil. Semua mekanisme ini akan menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras di Indonesia. Wallahualam bissawab.