Oleh: Sri Maulana Dali
Opini — Indonesia darurat ponografi tak terkecuali Gorontalo. Tingginya kasus kekerasan seksual di kalangan remaja salah satu faktor yang mempengaruhi adalah tontonan vidio porno. Tontonan ini menjadi tuntunan mereka dalam melakukan. Sehingga tak lama ini Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, Jumat (14/6), bahwa Indonesia siap menutup platform media sosial X jika platform itu tidak mematuhi peraturan yang melarang konten dewasa. Indonesia dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, menerapkan peraturan ketat yang melarang berbagi konten yang dianggap tidak senonoh secara daring.
Menkominfo Budi mengatakan kepada kantor berita Reuters, pihaknya telah mengirimkan surat peringatan kepada X terkait hal tersebut.
“Kami pasti akan menutup layanannya,” katanya, menunjuk pada undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE) di Indonesia yang dapat menjatuhkan hukuman enam tahun penjara jika seseorang menyebarkan konten pornografi.
Komentar Budi dalam sebuah wawancara muncul setelah platform media sosial tersebut baru-baru ini memperbarui kebijakannya untuk mengizinkan konten dewasa yang diproduksi atas dasar suka sama suka. X, yang dimiliki oleh miliarder Elon Musk, belum menanggapi surat peringatan dari Indonesia, kata Budi. Dia menambahkan bahwa pemerintah akan mengirimkan lebih banyak surat sebelum memutuskan kemungkinan penutupan. X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Masyarakat Indonesia adalah pengguna media sosial yang besar dan X memiliki 24,85 juta pengguna di negara ini, menurut perusahaan pengumpulan data Statista. [cnb.Indonesia]
Amankah Hanya sekedar pemblokiran platform?
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani mengatakan pemblokiran akan dilakukan kepada platform dan bukan konten. Sebab pemblokiran konten tidak memungkinkan karena mereka tidak memiliki otoritas langsung untuk memblokir konten di suatu platform.
Semuel pun mengimbau pengguna di Tanah Air untuk bermigrasi ke platform lain jika pemblokiran ini benar-benar terjadi.
“Kalau X enggak comply, ya X-nya ditutup. Penggunanya, mohon maaf, mulai siap-siap migrasi saja ke [platform] lain,” terangnya.
Berdasarkan Pusat Bantuan X, platform ini mengizinkan konten dewasa sejak Mei 2024. Pengguna yang mengunggah konten dewasa, mulai dari konten telanjang hingga aktivitas harus memberikan label atau tidak menampilkan konten dengan jelas.
“Anda dapat membagikan konten ketelanjangan atau perilaku seksual orang dewasa yang dibuat dan didistribusikan atas dasar kesepakatan bersama, asalkan diberi label dengan benar dan tidak ditampilkan secara jelas.” tulis pernyataan X.
Sebelum perubahan aturan ini, X memang memiliki kebijakan tidak resmi yang mengizinkan pengguna mengunggah konten dewasa. Namun tidak diizinkan atau dilarang, dan aturannya masih abu-abu saat itu.Namun kini, X menambahkan klausul ke dalam aturannya yang secara resmi mengizinkan pengguna mem-posting konten dewasa dan grafis di platform, dengan beberapa peringatan.
Namun apakah lantas menganti platform ini menjadi solusi tuntas untuk menghindarkan pengguna dari konten pornografi? Bukankah di platform lain juga tidak ada jaminan keamanan terkait konten dewasa tersebut? Lebih dari itu, benarkah rencana pemblokiran X ini adalah bagian niat tulus penguasa untuk penyelamatan generasi dari kerusakan moral akibat tayangan porno? Ataukah ada tujuan lain, misalnya seperti target membungkam aspirasi masyarakat? Membungkam Aspirasi?
Untuk diketahui, menurut perusahaan data Statista, masyarakat Indonesia adalah pengguna media sosial yang besar dan X memiliki 24,85 juta pengguna di negara ini. Angka ini adalah potensi besar, tidak terkecuali dari sisi gaung aspirasi. Di sisi lain, kita juga mengetahui bahwa sejak dahulu X (bahkan sejak masih bernama Twitter) adalah tempat wacana kritis masyarakat. Kita juga tahu banyak sekali kasus yang viral melalui X sehingga ditangani oleh negara dengan cepat. Jika akhirnya platformnya diblokir hanya karena konten pornografi, tentu saja akan berdampak langsung pada peran X sebagai wadah diskusi kritis para penggunanya. (muslimah.Net)
Dari sini, kita tentu layak mempertanyakan, apa tujuan utama pemblokiran X? Terlalu tidak mungkin jika alasannya hanya karena konten pornografi. Toh realitasnya, di platform media sosial lain juga marak konten tersebut. Terlebih, kebijakan pembatasan maupun penghapusan sepihak oleh pihak perusahaan pemilik dan pengelola platform media sosial perihal status/konten/informasi yang diposting oleh pengguna, padahal bukan konten pornografi, juga terjadi di platform lain misalnya Facebook.
Sungguh, fenomena ini telah menegaskan bahwa segala aspirasi yang tidak sejalan dengan kepentingan kekuasaan (penguasa dan pemodal) memang harus siap dianulir, ditangguhkan (di-suspend), dihapus, bahkan diblokir dan tidak diizinkan untuk membuat akun di platform media sosial yang bersangkutan. Dengan demikian, intinya, pemblokiran X malah cenderung pada upaya pembungkaman aspirasi.
Akar Masalah
Dalam sistem ekonomi hari ini, berlaku suatu pola bahwa aktivitas produksi akan terus terjadi jika suatu produk masih ada yang menginginkannya. Hal ini sebagaimana halnya pornografi. Jika masih ada pihak yang menginginkannya, maka pornografi adalah suatu industri sekaligus sumber daya ekonomi yang menguntungkan bagi produsennya. Inilah sejatinya latar belakang di balik sulitnya memberantas pornografi, termasuk pada jalur daring. Ini pula yang terjadi pada kasus gim (game) online, judi online dan pinjol.
Sejujurnya, hal yang membuat miris justru nasib situs-situs yang dianggap berkonten radikal, yang begitu mudahnya diberangus oleh rezim, padahal kontennya adalah dakwah Islam. Namun selama konten dakwah tersebut dinilai tidak sejalan dengan rezim, maka nasibnya akan berakhir dengan pemblokiran.Atas dasar ini, jika X menjadi kambing hitam atas pornografi bersamaan dengan ditumbalkannya gaung aspirasi dan diskusi kritis di platform tersebut, maka penting sekali bagi kita untuk meninjau akar masalahnya agar bisa mencapai solusi tuntas. Satu hal yang pasti, solusi tuntasnya jelas dengan mengganti sistem secara total, sebagai sistem yang menaungi dan melegalisasi seluruh tata aturan kehidupan di negeri ini, yakni dari sistem sekuler-demokrasi-kapitalisme menjadi sistem Islam kafah.
Islam punya solusi
Dalam Islam, seluruh amal perbuatan harus terikat dengan hukum syarak. Dengan kata lain, lahir dan terlaksananya setiap aktivitas maupun kebijakan negara, haruslah menurut izin dari Asy-Syari’. Manusia tidak diperkenankan membuat dan memilih aturan sesuai dengan keinginannya sendiri.
Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS Al-Baqarah [2]: 132).
Secara hakikatnya, media sosial -sebagaimana X- adalah bagian dari sarana teknologi yang hukum penggunaannya mubah (boleh). Namun, jika penggunaannya itu ditujukan untuk menyebarluaskan kemaksiatan -sebagaimana konten pornografi ataupun judi online-, tentu hal ini menjadi aktivitas yang diharamkan.Keberadaan media sosial menurut Islam adalah sebagaimana media lainnya, yakni semata-mata untuk menyebarluaskan kebenaran dan kebaikan, serta menjadi bagian arus besar amar makruf nahi mungkar. Jika aktivitas dakwah tersebut dalam rangka mengoreksi penguasa, maka hal itu sangatlah utama.
Keutamaan amar makruf nahi mungkar kepada penguasa dinyatakan dalam sabda Rasulullah saw., “Jihad yang paling afdal (utama) adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ad-Dailami).
Juga dalam hadis, “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan laki-laki yang berdiri di hadapan penguasa yang zalim lalu ia memerintah penguasa itu (dengan kemakrufan) dan melarangnya (dari kemungkaran), kemudian penguasa itu membunuh dirinya.”