Jakarta– Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengadakan koordinasi strategis dengan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) untuk membahas aspek legalisasi tanah yang berimplikasi pada HAM. Pertemuan ini berlangsung di Ruang Kerja Menteri ATR/Kepala BPN, dengan Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid dan Menteri HAM Natalius Pigai sebagai perwakilan utama.
Dalam pertemuan tersebut, kedua menteri menyoroti pentingnya penyelenggaraan administrasi pertanahan yang menghormati dan mengedepankan dimensi HAM. Menteri Nusron Wahid menegaskan bahwa setiap proses sertifikasi tanah harus memastikan tidak adanya pelanggaran HAM, baik dalam pemberian hak penguasaan lahan, hak guna usaha, hak guna bangunan, maupun hak milik.
“Kami mendiskusikan bagaimana sertifikasi tanah dapat dilakukan tanpa mengganggu hak asasi masyarakat, termasuk hak adat. Penataan yang jelas terhadap batas hak adat, hak penguasaan lahan (HPL), dan batas kawasan hutan menjadi prioritas,” ungkap Menteri Nusron kepada media.
Kementerian ATR/BPN telah mengambil langkah signifikan dalam menyertifikatkan tanah ulayat di berbagai wilayah Indonesia. Hingga saat ini, sebanyak 9.720.877 m² tanah ulayat berhasil mendapatkan sertifikat. Namun, proses ini menghadapi tantangan terkait pengakuan dan pernyataan hak adat.
“Untuk memajukan penyertipikatan tanah ulayat, kita perlu menyelesaikan pengakuan terhadap hak-hak adat sehingga semua batasan dapat didaftarkan dengan jelas,” tambah Menteri Nusron.
Menteri HAM, Natalius Pigai, menyampaikan apresiasinya atas inisiatif Kementerian ATR/BPN dalam penyertipikatan tanah ulayat. Ia menyoroti sertifikat komunal sebagai inovasi penting yang menunjukkan kemajuan Indonesia dalam pengakuan hak masyarakat adat.
“Saya sangat mengapresiasi Kementerian ATR/BPN yang telah menyediakan sertifikat komunal. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terdepan di dunia dalam pengelolaan tanah berbasis komunal,” ujarnya.
Ke depan, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian HAM akan terus memperkuat koordinasi untuk memastikan legalisasi tanah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, sekaligus menyelesaikan berbagai kendala dalam penyertipikatan tanah ulayat.
(d10)