sa shop gorontalo

Kala Safari Politik Menyapa Teuku Umar: Prabowo, Megawati, dan Diplomasi Pasca-Laga

DAILYPOST.ID Jakarta– Malam Senin (7/4), Jakarta diguyur kehangatan Lebaran dan aroma politik rekonsiliasi. Presiden terpilih Prabowo Subianto akhirnya melangkahkan kaki ke sebuah rumah bersejarah di kawasan Menteng kediaman Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri. Bukan kunjungan biasa, bukan juga sekadar silaturahmi bertukar ketupat dan kue nastar. Ini adalah politik yang mengendap dalam senyap, penuh tanda baca yang belum selesai.

Ditemani rombongan elite seperti Menlu Sugiono, Mensesneg Prasetyo Hadi, dan Seskab Letkol Teddy Indra, Prabowo masuk ke ruang tamu Teuku Umar. Tapi seperti adegan film dengan dialog bisik-bisik, pertemuan utama justru berlangsung empat mata. Dua tokoh sentral negeri ini yang dulunya sempat saling menyilang jalur politik kini duduk berdampingan. Ia dalam safari putih, Megawati dalam balutan ungu bermotif bunga. Sederhana. Tapi dunia tahu, ini bukan sekadar foto Lebaran.

https://wa.wizard.id/003a1b

Rasa dalam Politik: Rekonsiliasi atau Sekadar Ramah-Tamah?

Menurut Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, pertemuan itu adalah ajang silaturahmi. Tapi banyak mata melihat lebih dari itu—karena dalam politik, tak ada pertemuan yang benar-benar netral. Apalagi ketika dua kubu yang sempat berseberangan kini mulai menunjukkan sinyal lampu hijau.

Baca Juga:   DPR Resmi Sahkan Revisi UU TNI, Publik Khawatir Dwifungsi Militer Bangkit

Analis politik Agung Baskoro membaca pertemuan ini sebagai upaya Prabowo membangun “titik keseimbangan”. Di antara Jokowi, Megawati, dan SBY, ia tampak ingin memainkan orkestra politik dengan harmoni baru. Seolah berkata: “Ayo kita buka lembaran baru. Kita bangun bangsa ini bareng-bareng.”

Namun, harmonisasi ini tak berarti semuanya lantas menari bersama dalam koalisi besar. Agung justru meyakini ini masih tahap awal seperti orang yang baru menyalakan mesin mobil setelah lama tak dipakai. PDIP dan Gerindra pernah berhadap-hadapan keras di Pilpres 2024, dan luka politik tak sembuh hanya dengan satu jam setengah duduk bersama.

Baca Juga:   DPR Panggil Kemendikbud, Bahas Polemik SNPMB 2025 yang Rugikan Siswa

Jokowi, Gibran, dan Bayang-Bayang Dingin di Antara Silaturahmi

Kalau hubungan Megawati dan Prabowo terasa cair, hal yang sama tak bisa dikatakan untuk Jokowi dan Gibran. Pengamat politik Jamiluddin Ritonga tak ragu menyebutkan: Megawati bisa saja mendukung Prabowo, tapi tidak (atau belum) dengan Gibran. Seolah-olah ia bilang, “Presidennya oke, wakilnya… nanti dulu.”

Dan di sinilah letak menariknya: politik akomodatif Prabowo ingin merangkul semua faksi besar. Tapi jika ia terlalu dekat dengan satu pihak (sebutlah Jokowi), maka pihak lain bisa menjauh (ya, Megawati). Maka, diplomasi ala Prabowo kini bagai menyeimbangkan kursi goyang di kapal layar: terlalu berat di satu sisi, bisa miring semua.

PDIP Masuk Koalisi? Panggang Masih Jauh dari Api

Apakah pertemuan ini berarti PDIP akan masuk Koalisi Indonesia Maju Plus?

Agung menjawab dengan analogi kuliner: “Masih jauh panggang dari api.”
Bagi PDIP, semuanya masih menunggu momen kongres di sanalah peta jalan partai akan ditentukan: tetap menjadi mitra kritis di luar pemerintahan, atau merapat dan berbagi panggung dengan Gerindra.

Baca Juga:   BRI Danareksa Sekuritas Raih Penghargaan Internasional, Perkokoh Posisi di Pasar Modal

Tapi walau PDIP belum masuk ke dalam lingkaran kekuasaan, pertemuan ini tetap berdampak. Terutama soal psikologis politik dan menariknya hubungan PDIP dengan aparat hukum. Jamiluddin bahkan menyebut, “Kader PDIP bisa jadi akan merasa lebih nyaman. Aparat hukum bisa jadi tak lagi dianggap sebagai sosok yang mengusik mereka.”

(d10)

 

Share:   

FOLLOW US ON FACEBOOK
FOLLOW US ON INSTAGRAM
FOLLOW US ON TIKTOK
@dailypost.id
ekakraf multimedia