Jakarta – Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa ada kemungkinan iuran BPJS Kesehatan akan mengalami kenaikan pada tahun 2025. Pernyataan ini muncul seiring dengan rencana pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) yang dijadwalkan mulai 30 Juni 2025.
Dalam konferensi pers yang digelar di Krakatau Grand Ballroom TMII, Jakarta Timur, Kamis (8/8), Ghufron menjelaskan bahwa kenaikan ini berpotensi terjadi khususnya untuk peserta kelas I dan II.
“Bisa saja (iuran) naik. Dan saat ini sudah waktunya juga (iuran) naik,” ujar Ghufron.
Untuk peserta kelas III, yang umumnya merupakan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Ghufron memastikan bahwa besaran iuran tidak akan mengalami perubahan.
“Kelas III itu umumnya PBI, jadi tidak akan naik,” tegasnya.
Belum ada kepastian mengenai rincian besaran kenaikan iuran untuk kelas I dan II, karena hal ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (Perpres). Ghufron menambahkan bahwa keputusan mengenai kenaikan iuran ini akan bergantung pada persetujuan berbagai pemangku kepentingan.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk menerapkan sistem KRIS paling lambat pada 30 Juni 2025. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas ruangan rawat inap pasien BPJS Kesehatan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengkonfirmasi bahwa potensi kenaikan tarif iuran masih dalam tahap pembahasan setelah evaluasi. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan bahwa perubahan iuran akan dibahas bersama dengan pihak BPJS Kesehatan.
“Perubahan iuran ini akan dibahas bersama BPJS Kesehatan, dan aturan mengenai besaran iuran akan dituangkan dalam peraturan menteri kesehatan,” kata Nadia seperti dikutip dari CNNIndonesia TV, Rabu (15/5). Dia juga menegaskan bahwa KRIS akan meningkatkan kualitas ruangan rawat inap, dengan satu ruangan maksimal diisi empat tempat tidur, dibandingkan dengan kelas III saat ini yang kadang diisi hingga 15 tempat tidur.
Menurut Nadia, kualitas KRIS setara dengan kelas II BPJS Kesehatan saat ini. Pemerintah juga mempertimbangkan opsi subsidi silang antar peserta sebagai salah satu skenario untuk mengatasi potensi defisit di BPJS Kesehatan.
“Kami mencari skenario terbaik, di sisi lain hak dapat layanan lebih baik terutama bagi mereka yang kelas III sehingga lebih layak,” pungkas Nadia.
Dengan rencana ini, diharapkan dapat tercapai keseimbangan antara peningkatan kualitas layanan kesehatan dan keberlanjutan keuangan BPJS Kesehatan.
(D09)