Opini — Di tengah deru alam yang tak bersahabat, bencana demi bencana terus mendera tanah air. Kali ini, Gorontalo yang dijuluki kota serambi madinah kini harus menjadi saksi betapa dahsyatnya amukan alam, banjir dan tanah longsor yang meluluhlantakkan kehidupan ribuan jiwa. Gopos.id melaporkan banjir yang melanda Kabupaten Gorontalo menggenangi sedikitnya 2.650 rumah. Berdasarkan data sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gorontalo, korban banjir mencapai lebih dari 20 ribu jiwa.“Kami terus melengkapi data korban banjir yang ada, data yang sekarang belum final,” kata Taha saat diwawancarai Gopos.id Kamis (11/7/24).
Bencana banjir dan tanah longsor ini telah mengakibatkan kerusakan berat pada sejumlah fasilitas umum, Jembatan, masjid, sekolah, dan balai desa ikut terendam, membuat aktivitas sehari-hari masyarakat terhenti.Puluhan warga masih menempati tempat pengungsian karena rumah mereka masih terendam banjir (Gorontalo.id, 28 Juni 2024).
Banjir yang menerjang sejumlah desa di Kabupaten Gorontalo pada Rabu (26/06/2024) mengakibatkan sejumlah infrastruktur yang menjadi fasilitas umum putus. Pemerintah Kabupaten Gorontalo mencatat sedikitnya ada empat buah jembatan yang roboh dan dua lainnya terancam putus. Sumber rri.co.id (28/7/24).
Selain kerugian materiel yang signifikan, banjir dan longsor kali ini juga memakan korban jiwa, menambah duka mendalam bagi masyarakat. Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bone Bolango, memaksa penduduk setempat untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman karena tempat tinggal mereka terendam banjir. Berdasarkan pendataan sementara yang dilakukan BPBD Kabupaten Bone Bolango, terdapat 288 kepala keluarga atau 1.029 warga yang terdampak bencana banjir (CNN Indonesia).
Paling memilukan bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Suwawa, tepatnya di daerah pertambangan ilegal. Menurut laporan Kompas.com, bencana longsor ini terjadi di kawasan pertambangan emas tradisional di Desa Tulabolo, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, pada Minggu (7/7/2024). Longsor tersebut dipicu oleh hujan deras yang mengguyur sebagian besar wilayah Provinsi Gorontalo sejak Sabtu (6/7/2024) sore. Berdasarkan data yang dirilis Badan SAR Nasional pada Selasa (9/7/2024) pukul 16.20 WITA, total korban bencana tanah longsor ini mencapai 120 orang. Sebanyak 66 orang dilaporkan selamat dan berhasil dievakuasi, 23 orang ditemukan meninggal dunia, serta 35 orang masih hilang dan dalam pencarian hingga saat ini.
Bencana langganan, mitigasi lamban
Banjir bukan semata-mata akibat faktor alam. Ada banyak hal yang harus dievaluasi dari ulah manusia, terutama terkait budaya dan kebijakan struktural dalam pembangunan. Penggundulan hutan, alih fungsi lahan, pembangunan yang tidak ramah lingkungan, hingga minimnya sistem drainase yang memadai adalah bom waktu yang terus berdetak. Lebih parah lagi, pemerintah seringkali gagap dalam melakukan mitigasi bencana, sehingga berbagai dampak tidak terantisipasi dengan baik.
Seperti halnya banjir untuk ketiga kalinya yang melanda Kelurahan Talumolo, Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo, Rabu (10/7/24). Deras air di sepanjang jalan ini salah satunya diakibatkan oleh tak berfungsinya saluran air (drainase) yang telah tertimbun dengan tumpukan material. Sebelumnya, warga setempat sempat memblokir jalan sebagai bentuk aksi protes kepada pemerintah daerah yang dianggap kurang serius menangani potensi banjir di wilayah itu. Dikutip dari Gopos.id
Material-material yang menimbun saluran drainase menjadi cermin dari keengganan pemerintah untuk melakukan pemeliharaan yang memadai, meskipun mereka mengetahui bahwa kondisi ini dapat mengakibatkan bencana serius bagi masyarakat. Di tengah janji-janji kosong untuk membangun masa depan yang lebih baik, mereka gagal dalam hal yang paling mendasar: melindungi nyawa dan harta benda rakyat dari ancaman bencana yang padahal dapat dihindari dengan tindakan mitigasi.
Bencana bisa dipicu oleh alam, tapi ulah tangan manusia juga memperburuknya.
Faktor cuaca ekstrem, seperti hujan intensitas tinggi atau perubahan iklim, sebenarnya dapat dikaitkan dengan isu perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang kian niradab terhadap alam. Lebih parah lagi, keterlibatan korporasi dalam pengoperasian tambang ilegal di Suwawa menunjukkan betapa nyawa dan kesejahteraan masyarakat dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak. bencana seperti banjir tidak hanya disebabkan oleh faktor alam semata, tetapi juga merupakan hasil dari sistem yang kompleks dan interkoneksi antara perilaku manusia dan kebijakan pembangunan.
Kebijakan pembangunan yang didorong oleh kepentingan kapitalistik sering kali mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan.Misalnya, penggundulan hutan yang besar-besaran, pembangunan infrakstruktur berupa jembatan yang tidak berorientasi jangka panjang, atau pertambangan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan.
Jika ditelisik pertambangan ilegal ini berlangsung karena adanya pihak-pihak yang diuntungkan, membuat tambang-tambang tersebut dibiarkan beroperasi meskipun jelas-jelas melanggar hukum dan merusak lingkungan. Alih-alih menutup tambang-tambang ini, pihak berwenang justru terkesan membiarkannya, menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap kerusakan yang diakibatkan.
Dikutip dari BBC News Indonesia, Pejabat Sekda Bone Bolango, Aznan Nadjamudin, menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa melarang atau menutup aktivitas illegal itu.
“Karena tambang di Suwawa yang dikelola oleh masyarakat adalah masuk di wilayah kontrak GM [Gorontalo Mineral]. Kami Pemda tidak bisa melarang aktivitas penambang yang bisa melarang adalah Gorontalo Mineral,” kata Aznan.
Melky Nahar selaku Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang dari Jatam “karena ini dijadikan ATM oleh aparat keamanan dan juga elite politik lokal hingga nasional. Mereka sendiri menjadi bagian dari pelaku kejahatan entah terlibat secara langsung di bisnis tambang ilegal maupun tidak langsung seperti jasa keamanan”.
Padahal menurutnya, aparat keamanan dan elite politik yang berkuasa memiliki otoritas untuk melakukan sosialisasi hingga penegakkan hukum untuk membereskan sengakrut tambang illegal, yang operasinya dapat dilihat mata secara langsung.(BBC News Indonesia 9 Juli 2024)
Sungguh ironis, semua ini terjadi di depan mata para penguasa. Sebagian besar kejadian ini bahkan berlangsung secara legal atas nama pembangunan yang mengabaikan tata ruang dan tata wilayah, semata-mata berorientasi pada keuntungan, pragmatis, dan mengedepankan ego sektoral. Negara dan para penguasa sebenarnya mewakili kepentingan para pengusaha. Bagi mereka, keuntungan materi adalah segalanya, sedangkan kelestarian alam dan keberlangsungan hidup di masa depan bukanlah prioritas.
Inilah buah pahit dari sistem Sekular-Kapitalis yang diterapkan saat ini, yang hanya menguntungkan para pemilik modal. Kerakusan mereka telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Mereka sibuk memperkaya diri sendiri, sambil mengabaikan kesejahteraan dan keselamatan rakyat. Sistem ini mencerminkan ketidakadilan yang mencolok, di mana keuntungan segelintir orang lebih diutamakan daripada kemaslahatan banyak umat.
Pemerintah abai
Abainya penguasa dalam mengurusi ummat semakin memperjelas betapa minimnya perhatian terhadap keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Banjir dan longsor ini hanyalah puncak dari gunung es ketidakadilan dan kelalaian yang telah berlangsung lama. Ketika rakyat membutuhkan perlindungan dan solusi, yang mereka terima hanyalah janji-janji kosong dan tindakan yang tidak pernah cukup untuk mengatasi masalah yang ada. Bencana ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah untuk segera bertindak dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya, sebelum lebih banyak nyawa melayang dan kerugian semakin besar.
Gelombang protes dari masyarakat menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap penguasa yang lebih memilih memperkaya diri sendiri daripada melindungi rakyatnya. Mereka marah karena janji-janji kosong yang tak kunjung terealisasi, sementara bencana terus berulang dan penderitaan semakin meluas. Ini adalah bukti nyata dari sistem yang korup dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Sudah saatnya ada perubahan fundamental dalam cara negara ini diurus, demi keselamatan dan kesejahteraan semua orang.
Hentikan hegemoni kapitalis, kembalikan harmoni islam
Sejatinya, dunia ini membutuhkan sistem Islam karena paradigma sistem Islam bertentangan secara diametral dengan kapitalisme yang diterapkan saat ini.Dalam kapitalisme, kebijakan penguasa yang mewakili kepentingan pemilik modal justru menjadi sumber kerusakan, sementara sistem Islam lahir dari keimanan dan ketundukan pada Zat Pencipta dan Pemelihara seluruh alam.
Ajaran Islam mengajarkan harmoni dan keseimbangan.Fungsi kekhalifahan mencerminkan penghambaan, sehingga siapa pun yang merusak keseimbangan alam dianggap sebagai pelaku kejahatan dan bentuk kemaksiatan.
Penguasa dalam Islam berperan sebagai pengurus dan penjaga umat. Sebagaimana dalam hadist disebutkan “Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.”(HR. Bukhari dan Muslim). Semua ini berjalan ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh. Syariat ini mengatur halal haram, yang boleh dan terlarang, sehingga kerahmatan dirasakan oleh seluruh alam.
Islam menetapkan sumber daya alam seperti hutan, sungai, dan tambang sebagai milik rakyat, mengatur penggunaan tanah, dan pentingnya memperhatikan tata ruang.Negara diberi kewenangan mengelola urusan rakyat, melarang eksplorasi dan eksploitasi serampangan seperti yang biasa terjadi dalam sistem sekarang.
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al-A’raf 96).
Saat sistem Islam ditegakkan, tidak ada bencana yang disebabkan oleh ulah manusia. Semua bencana pada masa itu dianggap sebagai musibah dan ujian, bukan akibat kerakusan dan ketidakpedulian terhadap lingkungan.
Peringatan ini seharusnya menyadarkan umat Islam bahwa kemaksiatan yang terjadi hari ini sudah sangat parah, sehingga Allah terus-menerus menurunkan berbagai bentuk peringatan. Umat seharusnya beralih dari sistem kapitalis yang merusak ke sistem Islam yang membawa kemakmuran.
Oleh:Sandyakala