Gaza Masih Berduka, Kapan Dunia Berhenti Memalingkan Muka?

Dailypost.id
Gaza Masih Berduka, Kapan Dunia Berhenti Memalingkan Muka? (Foto: Ist)

DAILYPOST.ID Opini — Pada Agustus 2024 pasukan Israel mengubah “zona kemanusiaan aman” di jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing dan abu, menyisakan hanya 9,5 persen wilayah yang disebut “zona aman” bagi warga sipil yang mengungsi, kata pertahanan sipil Palestina di Gaza, Sabtu.

Berkurangnya zona aman yang terus berlangsung itu memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, karena warga sipil memiliki tempat yang lebih kecil untuk melarikan diri dari aksi kekerasan. tidak hanya itu blokade juga telah mencekik wilayah tersebut penduduknya kekurangan pangan dan obat-obatan. ANTARA (7/5/2024)

https://wa.wizard.id/003a1b

Mengutip ANTARA sekitar 60 persen obat-obatan esensial dan 83 persen pasokan medis di Gaza yang terkepung telah habis akibat perang yang berkecamuk serta kontrol dan penutupan perbatasan oleh Israel, kata Kementerian Kesehatan Gaza pada Sabtu “rumah sakit dan pusat kesehatan menghadapi kekurangan obat-obatan dan pasokan medis yang sangat akut,” ujarnya.

Kemanusiaan Tergadaikan

Kebrutalan Israel dalam menyerang Gaza telah memakan ribuan nyawa tak berdosa. Sejak serangan dimulai pada 7 Oktober 2023, lebih dari 40.200 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, tewas di tangan agresi militer Israel. Tak hanya itu, lebih dari 93 ribu orang mengalami luka-luka parah akibat serangan tersebut.

Meski krisis kemanusiaan di Gaza sudah mencapai titik nadir, Israel tetap bersikeras menolak gencatan senjata. Kebijakan PM Benjamin Netanyahu berubah-ubah, bahkan ketika ultimatum gencatan senjata datang dari Amerika Serikat, sekutu terkuat mereka. Sikap keras kepala Israel ini jelas akan memperparah penderitaan rakyat Gaza dan memperbesar jumlah korban jiwa.

Lebih mengecewakan lagi, dunia Islam seakan menutup mata terhadap tragedi ini. Negara-negara Muslim, termasuk Arab Saudi, justru sibuk mengejar ambisi material dan politik. Ketika darah umat Islam mengalir di Gaza, Arab Saudi malah sibuk membangun 15 stadion mewah untuk persiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034, tanpa sedikit pun memedulikan nasib saudara seiman mereka yang dibantai di Palestina. Sikap abai ini menunjukkan betapa rusaknya solidaritas umat Muslim terhadap penderitaan sesama.

Hal yang sama terjadi dengan Mesir. Meski berbatasan langsung dengan Gaza, Mesir tetap enggan membuka perbatasannya, bahkan tak tergerak memberikan bantuan logistik. Negara-negara Arab lainnya malah sibuk menormalisasi hubungan dengan Israel, tanpa sedikit pun memperlihatkan kepedulian terhadap Gaza. Sementara itu, Turki hanya bisa melontarkan kecaman keras tanpa tindakan nyata.

Baca Juga:   Terbaru, Serangan Israel di Gaza Kembali Tewaskan Puluhan Warga Sipil

Semua ini menunjukkan bahwa sikap abai dunia Islam terhadap penderitaan Gaza lahir dari sentimen kebangsaan yang sempit. Ikatan akidah sebagai sesama Muslim gagal menjadi prioritas dalam merespons krisis kemanusiaan yang mengerikan ini. Sebaliknya, nasionalisme yang telah mendarah daging di negara-negara Muslim telah menjadi racun politik, membuat mereka tak berdaya dan tak peduli untuk membela saudara mereka di Palestina.

Seharusnya, para pemimpin negeri-negeri Muslim bisa berbuat jauh lebih banyak daripada sekadar mengecam dan mengutuk kebrutalan Israel. Selain opsi pengiriman militer sebagai langkah strategis, mereka juga bisa mengambil kebijakan tegas, seperti memboikot produk-produk Israel dan negara-negara pendukungnya. Namun, langkah-langkah tersebut tidak pernah diambil. Ini menjadi bukti nyata betapa rusaknya kepemimpinan para penguasa Muslim.

Lebih dari itu, ambisi untuk mempertahankan kekuasaan telah membutakan para penguasa Muslim untuk bersatu atas dasar akidah Islam dalam melawan kekejaman Zion*s Yahudi. Meskipun beberapa negara Arab dan Muslim mengirim bantuan kemanusiaan, hal itu hanya sekadar taktik untuk meredam kemarahan rakyat yang kecewa. Rakyat menyadari bahwa para pemimpin mereka tak pernah serius mempertimbangkan opsi militer untuk membela Palestina dan melawan Zion*s Yahudi.

Perang Ideologi

Suburnya  sistem  kapitalisme telah membuat negeri-negeri Islam menjadi mati rasa. Ketidakpedulian mereka terhadap penderitaan di Gaza menunjukkan sikap individualistis,padahal Gaza membutuhkan lebih dari sekadar kepedulian dangkal. Krisis di Gaza bukanlah sekadar serangan biasa.

Ini adalah genosida, hasil dari brutalnya sistem kapitalisme yang selama ini melahirkan dan melindungi Israel. Namun ironisnya, para pemimpin Muslim malah sibuk dengan politik sekuler dan bahkan rela menjadi antek musuh Islam. Hal ini hanya semakin memperjelas kerusakan kepemimpinan di dunia Islam.

Lebih dari sekadar krisis kemanusiaan, Gaza adalah medan perang ideologis. Di sana, terjadi pertarungan antara ideologi kufur kapitalisme dan ideologi Islam yang sahih. Israel, dengan dukungan penuh dari kekuatan super AS, merasa tidak tersentuh, meskipun selalu menjadi sasaran kecaman internasional.

Baca Juga:   Lebih dari 12.000 Anak Tewas Akibat Agresi Israel di Gaza dan Tepi Barat Palestina

Negara-negara Muslim yang menganut ideologi kapitalisme tak ubahnya menjadi pengikut setia AS dan Barat. Akibatnya, mereka gagal memahami ikatan dengan Palestina sebagai ikatan akidah dan iman. Bukannya memberikan bantuan strategis, seperti pengiriman pasukan militer, mereka justru memilih untuk berdiam diri.

Lebih parah lagi, karena dominasi kepemimpinan dunia berada di tangan negara-negara kapitalis, seruan solidaritas untuk Palestina dari seluruh penjuru dunia dengan mudah diabaikan. Sementara itu, bantuan militer yang nyata dari negara-negara Muslim selalu nihil diterjunkan.

Padahal, pengiriman pasukan militer adalah solusi nyata yang seharusnya dilakukan oleh negara-negara Arab, yang berada paling dekat dengan Palestina. Selain itu, mereka seharusnya membuka perbatasan agar bantuan logistik seperti makanan, pakaian, selimut, dan obat-obatan bisa mengalir dengan lancar ke warga Palestina yang sangat membutuhkannya. Sayangnya, ideologi Islam sebagai tandingan sejati kapitalisme baru dipegang oleh individu, belum oleh negara.

Berbagai perundingan dan resolusi PBB, termasuk upaya gencatan senjata, yang dianggap solusi selama ini, tidak akan pernah mampu menghentikan kebrutalan dan kebebalan Zionis.

Kesadaran Politik sebagai Kuncinya

Kesadaran politik umat Islam merupakan fondasi utama dalam upaya mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, termasuk dalam konflik Gaza. Selama umat Islam tidak memiliki kesadaran politik yang mendalam, upaya untuk membebaskan Gaza dari penjajahan Zion*st akan sulit terwujud. Kesadaran politik ini melibatkan pemahaman tentang hubungan antara kekuatan global, ideologi sekuler, dan peran negara-negara besar yang selama ini mendukung pencaplokan terhadap Gaza.

Umat harus menyadari bahwa dunia saat ini diatur oleh sistem sekuler yang berpusat pada kekuatan-kekuatan kapitalis dan imperialisme, yang tidak peduli dengan keadilan untuk bangsa yang tertindas. Sistem ini mendorong negara-negara untuk tunduk pada kepentingan politik dan ekonomi global, bukan pada keadilan atau kebenaran. Oleh karena itu, kesadaran politik umat harus mencakup pemahaman tentang bagaimana sistem ini bekerja dan mengapa solusi yang diajukan oleh sistem sekuler tidak pernah benar-benar berpihak pada umat Islam.

Kesadaran politik yang benar juga harus mencakup pemahaman tentang solusi Islam. Umat Islam perlu mengetahui bahwa syariat menawarkan cara yang lebih fundamental untuk menghadapi masalah politik, termasuk konflilk genosida di Gaza. Dalam sistem Islam, masalah seperti pencaplokan tanah oleh Israel hanya dapat diatasi melalui jihad, yang dipimpin oleh Daulah Islam yang menerapkan syariat. Oleh karena itu, umat harus memahami bahwa tanpa keterlibatan negara, perjuangan untuk membebaskan Palestina akan terus terhambat.

Baca Juga:   ICJ Perintahkan Israel Hentikan Genosida, Dunia Beri Respon Beragam

Selain itu Kesadaran politik yang baik tidak hanya melibatkan pemahaman pasif, tetapi juga keterlibatan aktif umat dalam upaya politik. Umat harus didorong untuk mengambil peran dalam menentang sistem yang menindas, baik melalui gerakan sosial, partisipasi dalam dakwah, maupun upaya untuk mendukung tegaknya Daulah Islamiyah. Dengan begitu, umat tidak hanya menjadi penonton dalam panggung politik global, tetapi juga aktor yang aktif berjuang untuk menegakkan keadilan.

Kesadaranpolitik adalah langkah awal menuju terwujudnya negara yang mampu membela hak-hak umat, termasuk dalam konflik Gaza. Negara yang tegak atas dasar kesadaran politik umat akan memiliki kekuatan untuk menghadapi penjajah, seperti Israel, dan memberikan dukungan nyata melalui jihad yang terorganisir. Oleh karena itu, membangun kesadaran politik di kalangan umat menjadi sangat penting sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk membebaskan Palestina dan menegakkan keadilan global.

Menghindari Ketergantungan pada Sistem Sekuler

Tanpa kesadaran politik yang memadai, umat Islam akan terus bergantung pada sistem sekuler internasional yang terbukti tidak mampu memberikan solusi bagi konflik Palestina. Proses diplomatik, perjanjian damai, dan negosiasi yang selama ini dijalankan selalu menguntungkan pihak penjajah dan tidak membawa perubahan signifikan bagi Gaza. Oleh karena itu, penting bagi umat untuk memahami bahwa solusi sejati hanya akan datang ketika umat bersatu di bawah sistem Islam yang mampu memimpin jihad dan melawan ketidakadilan.

Wallahu’alam bishawab..

Penulis: Sandyakala
Share:   

FOLLOW US ON FACEBOOK
FOLLOW US ON INSTAGRAM
FOLLOW US ON TIKTOK
@dailypost.id
ekakraf multimedia