KETAHANAN GIZI PILAR KEMANDIRIAN GENERASI

DAILYPOST.ID Opini– Masa kepemimpinan baru saat ini tengah menjadi sorotan masyarakat. Bagaimana tidak, pasca dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden baru terhitung dalam kurun waktu 15 hari menjabat telah membuat banyak terobosan dengan menangkap puluhan koruptor hingga mencopot beberapa jabatan penting di pemerintah. Tercatat total ada 28 koruptor dan 3 pejabat pemerintahan Kementerian Pertanian (Kementan) yang diperiksa diduga terlibat kasus suap hingga merugikan negara sebesar Rp. 3,1 Triliun. Di sisi lain, program-program pemerintahan baru dinilai akan banyak memberikan kontribusi positif dalam pembangunan negara juga pertumbuhan ekonomi negara. Salah satu diantara program unggulannya adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang juga menjadi titik dasar kemenangan daripada pemimpin hari ini. Tentunya program satu ini begitu dinantikan oleh masyarakat. Mengutip dari Republika.co.id (30/11/2024) Pemerintah akan mengalokasikan Rp.71 Triliun pada tahun depan untuk melaksanakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak-anak dan ibu hamil. Anggaran sebesar ini untuk penyediaan makan per porsi Rp.10 Ribu untuk anak/ibu hami per hari. Kepala negara mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya ingin mengalokasikan anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp.15.000 per anak/ibu hamil per hari. Namun kondisi anggaran yang memungkinkan saat ini adalah Rp. 10.000 per porsi dan ini dianggap cukup bermutu dan bergizi.

Realita Lapangan

https://wa.wizard.id/003a1b

Program Makan Bergizi Gratis yang di estimasi akan berjalan efektif pada 2 Januari 2025 kini tengah dalam proses uji coba hampir setahun diberbagai daerah seperti di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Dari uji coba tersebut tercatat ketercukupan kalori 600-700 per sajian dengan harga Rp.10.000 per porsi. Namun, anggaran per porsi ini digadang-gadang akan mengalami penurunan menjadi sebesar Rp.7.500 per porsi. Hal ini terjadi sebab alasan pengefisienan pagu anggaran Rp.71 Triliun dengan cara menurunkan alokasi menjadi Rp.7.500 per porsi, dikutip dari Kompas.com (18/7/20240). Lantas berapa kira-kira ketercukupan kalori yang dapat dihasilkan dengan anggaran demikian? Akankah gizi anak dan ibu hamil akan tercukupi?

Turunnya anggaran MBG menjadikan pemberian makanan bergizi jauh dari harapan. Target perbaikan gizi tentu makin tidak realistis di tengah tingginya inflasi dan naiknya harga-harga bahan makanan. Dengan anggaran yang kecil menjadikan kemampuan program menyediakan makanan bergizi secara optimal akan menjadi terbatas. Ini dapat diartikan karena adanya pengurangan jumlah penerima manfaat, penurunan kualitas makanan atau bahkan penghentian beberapa komponen program. Ditambah dengan tingginya inflasi dan kenaikan harga bahan makanan semakin memperburuk situasi. Bagaimana tidak, inflasi menyebabkan harga kebutuhan pokok, termasuk makanan dengan gizi tinggi seperti sayur, buah, protein hewani dan lainnya meningkat secara signifikan. Dampaknya pastilah membuat anggaran yang sudah kecil menjadi semakin kurang efektif karena daya beli program terhadap bahan makanan menurun. Dengan kondisi seperti ini, target perbaikan gizi seperti penurunan angka stunting, malnutrisi atau defisiensi zat gizi tertentu menjadi semakin sulit dicapai. Padahal, kekurangan gizi terutama pada kelompok rentan seperti anak dan ibu hamil dapat membawa dampak buruk jangka panjang pada kesehatan individu maupun pembangunan manusia secara keseluruhan.

Baca Juga:   Menghentikan Penderitaan Anak Gaza, Butuh Tentara dan Negara

Selain itu, Alasan karena keterbatasan anggaran makin menunjukkan bahwa negara tidak benar-benar memberikan solusi perbaikan gizi generasi, apalagi ada banyak proyek yang sebenarnya tidak membawa manfaaat untuk rakyat. Kekayaaan SDA Indonesia yang seharusnya bisa menjadi sumber pemasukan negara yang dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun realitanya, upah sangat rendah adalah satu kondisi umum, yang tergambar dari standar UMR yang ditetapkan. Terlebih program ini diperkirakan akan meningkatkan impor terkhusus bahan pangan.

Mampukah menyolusi problem umat?

Dengan deretan fakta dilapangan sebelumnya, jelas menggambarkan bahwa program ini tidak serta merta mampu menjadi solusi masalah gizi ditengah masyarakat. ditambah dengan dikeluarkannya kebijakan baru oleh pemerintah yakni Perpres 83/2024 tentang Badan Gizi Nasional (BGN) mendorong sektor swasta dalam mendukung program peningkatan gizi nasional yang berusaha direalisasikan melalui program MBG ini. Dalam Perpres tersebut diatur bahwa pendanaan untuk Badan Gizi Nasional (BGN) dapat berasal dari berbagai sumber termasuk sumber lain yang tidak mengikat. Ini artinya bahwa sumber pendanaan tersebut tidak mempengaruhi kebijakan pemerintah atau kemandirian BGN dalam menjalankan programnya. Sumber ini dapat mencakup donasi, hibah atau konribusi sektor swasta. Meskipun peluang ini menjanjikan, ada resiko yang tetap harus diperhatikan terutama dominasi swasta dalam pengambilan keputusan dan penyelarasan tujuan perusahaan dengan kepentingan publik.

Baca Juga:   Basa-Basi Subsidi di Tengah PPN  yang Membumbung Tinggi

Sebagai pemasok bahan baku untuk program MBG, pihak swasta otomatis memperoleh pasar baru yang potensial. Program ini menciptakan permintaan terhadap produk tertentu, misalnya bahan makanan, yang membuka peluang bisnis bagi perusahaan yang bergerak di sektor tersebut. Artinya, mereka mendapatkan manfaat langsung berupa keuntungan ekonomi dari partisipasi dalam program ini. Di sisi lain, “rekrutmen SDM” akan bergantung pada kebutuhan bisnis perusahaan, seperti kualifikasi, efisiensi, dan biaya yang dapat ditekan. Juga “Penetapan upah pekerja” cenderung mengikuti mekanisme pasar bebas dan kepentingan perusahaan untuk memaksimalkan laba. Hal ini mencerminkan “ritme bisnis kapitalis”, di mana prioritas utama adalah efisiensi dan keuntungan, bukan kesejahteraan pekerja.

Pemerintah mengklaim bahwa program ini akan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, menyerahkan pengelolaan rekrutmen dan upah kepada pihak swasta justru menjadi langkah yang kontra-produktif. Keterlibatan swasta yang berorientasi pada laba dikhawatirkan memicu eksploitasi tenaga kerja dengan gaji rendah dan kondisi kerja yang tidak ideal. Dengan menyerahkan persoalan rekrutmen kepada swasta, pemerintah dianggap cuci tangan terhadap tanggung jawabnya dalam menyelesaikan pengangguran. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak sepenuhnya mengambil peran proaktif dalam menciptakan lapangan kerja. Padahal, sebagai penggerak utama program nasional, pemerintah seharusnya memastikan keterlibatan yang lebih signifikan dalam mengontrol aspek tenaga kerja, termasuk menetapkan standar upah layak dan persyaratan rekrutmen yang inklusif. Program yang seharusnya bertujuan meningkatkan gizi masyarakat justru dipersepsikan sebagai ladang bisnis, di mana manfaat ekonomi lebih dirasakan oleh korporasi daripada masyarakat luas.

Terakhir adalah bahwa program MBG yang bertujuan menciptakan generasi sehat, belum mampu diwujudkan pemerintah secara mandiri. Hal ini menunjukkan keterbatasan anggaran, manajemen, atau keberpihakan pada rakyat kecil. Ketergantungan pada sektor swasta menunjukkan bahwa pemerintah belum memiliki kemampuan atau kemauan untuk mengambil langkah tegas dalam menghadirkan solusi yang sepenuhnya berpihak pada masyarakat.

Solusi Nyata

Makanan bergizi termasuk kebutuhan primer yang wajib dipenuhi untuk keberlangsungan hidup manusia. Pentingnya gizi bagi generasi tidak hanya sebagai jaminan pertumbuhan secara fisik, tetapi juga kesehatan mental dan daya tahan tubuh. Jika kebutuhan gizi tidak terpenuhi, risiko stunting, malnutrisi, dan rendahnya produktivitas di masa depan akan meningkat, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas SDM suatu bangsa.

Baca Juga:   Di Balik Polemik "My Pertamina", Beli Pertalite Harus Daftar

Islam menganjurkan umatnya untuk menjaga kesehatan dan kekuatan fisik. SDM yang sehat, kuat, dan berkompetensi tinggi adalah pilar utama dalam membangun masyarakat Islam yang tangguh. Ini akan mendukung mereka berperan aktif dalam pembangunan negara, beribadah secara optimal serta mempertahankan kemandirian umat dan juga bangsa. Negara yang kuat adalah negara yang mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, termasuk pangan bergizi, kesehatan, dan pendidikan. Kemandirian ini memungkinkan negara untuk tidak bergantung pada pihak luar, baik dalam bidang ekonomi, teknologi, maupun pangan. SDM yang sehat dan produktif adalah penggerak utama dalam pembangunan ekonomi, pertahanan, dan sosial. Dengan menyediakan makanan bergizi kepada masyarakat, pemerintah membantu menciptakan generasi yang mampu mengembangkan potensi penuh mereka.

Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan ketersediaan makanan bergizi bagi rakyat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu hamil. Prinsip-prinsip Islam menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan dasar sebagai bagian dari tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin. Islam menjadikan negara sebagai raa’in yang akan menjamin kebutuhan hidup rakyat keseluruhan, tidak hanya pada sebagian generasi seperti siswa sekolah dan ibu hamil. Tanggung jawab penguasa menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah tanggung jawab yang diberikan oleh Allah swt. Islam menetapkan standar hidup yang tinggi yang harus diwujudkan oleh negara. Negara dalam Islam akan mampu mewujudkannya karena negara memiliki sumber pemasukan yang beragam dan banyak yang akan mampu mewujudkannya. Dari sumber-sumber pemasukan tersebut menjadikan meratanya pemenuhuan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan bukan hanya dikalangan ibu hamil maupun akan-anak.

(Penulis: Syifa Nusaibah)

 

 

 

 

Share:   

FOLLOW US ON FACEBOOK
FOLLOW US ON INSTAGRAM
FOLLOW US ON TIKTOK
@dailypost.id
ekakraf multimedia