, Jakarta- Pemerintah Indonesia tengah merencanakan pemisahan antara e-commerce dan media sosial, yang dapat mengancam model bisnis seperti yang dimiliki TikTok di Indonesia. Keputusan ini mendapatkan respons beragam dari masyarakat, terutama mereka yang aktif berjualan melalui platform media sosial. Pengamat ekonomi juga memberikan pandangannya tentang dampak dari pemisahan ini.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC), M. Tesar Sandikapura, mengungkapkan bahwa fenomena social commerce adalah hal yang wajar di era saat ini, terutama bagi generasi muda berusia di bawah 30 tahun. Menurutnya, konsumen saat ini, terutama yang berusia di bawah 30 tahun, aktif di media sosial, mencari hiburan, dan menggunakan smartphone sehari-hari. Hal ini mendorong banyak orang untuk menjual produk mereka melalui media sosial karena ada pasar yang besar.
Tesar menjelaskan beberapa faktor yang mendorong perkembangan social commerce. Pertama, teknologi mobile telah menjangkau hampir semua orang, sehingga akses ke media sosial semakin mudah. Kedua, adanya cloud computing membuat penyedia platform tidak mengalami kesulitan dalam menyediakan layanan. Ketiga, peran penting dari saluran sosial dalam berinteraksi dan berjualan. Terakhir, penggunaan big data yang memungkinkan target audiens menjadi lebih tepat.
Namun, karena perkembangan teknologi cenderung lebih cepat daripada regulasi, pemerintah diharapkan dapat memberikan regulasi yang adil. Tesar menekankan perlunya melibatkan semua pihak terkait untuk mencapai kesepakatan yang memperhatikan kepentingan semua pihak.
Pengamat Ekonomi Digital, Ignatius Untung Surapati, juga setuju dengan pendapat tersebut. Menurutnya, social commerce adalah bentuk perubahan yang wajar dalam perkembangan bisnis. Awalnya, ada model bisnis classified yang hanya mempertemukan penjual dan pembeli tanpa perlindungan konsumen yang memadai. Kemudian muncul model bisnis eretail yang lebih terstruktur. Saat ini, tren menuju social commerce, di mana media sosial digunakan sebagai platform berbelanja yang nyaman bagi pengguna.
Perubahan ini mencerminkan evolusi pasar dan perilaku konsumen. Konsumen kini dapat berbelanja secara spontan dan nyaman melalui media sosial, menciptakan peluang baru bagi bisnis online. Penting bagi pemerintah untuk mencari titik tengah dalam mengatur perkembangan ini, mempertimbangkan kepentingan semua pihak.
Dengan pemisahan antara e-commerce dan media sosial yang sedang direncanakan, penting untuk melihat bagaimana dampaknya terhadap perkembangan social commerce di Indonesia. Keseimbangan antara regulasi yang adil dan mendukung pertumbuhan bisnis adalah kunci untuk menjaga ekosistem e-commerce yang sehat di negara ini.
(Alia S)