Gorontalo – Momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) disambut dengan aksi damai yang digelar oleh Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak Puan) Provinsi Gorontalo pada Selasa (02/05/2024). Aksi yang diadakan di simpang 5 Kota Gorontalo ini berhasil menyedot perhatian berbagai organisasi intra dan ekstra kampus, dengan dihadiri mayoritas perempuan.
Salah satu aktivis dari Woman Institute Research And Empowerment Gorontalo (Wire-G), Fatrah Hala, menjelaskan bahwa aksi ini dilakukan sebagai refleksi terhadap situasi genting kasus kekerasan yang terjadi belakangan ini di Gorontalo. Fatrah mengungkapkan bahwa ada 18 organisasi, termasuk organisasi masyarakat, pegiat literasi, dan organisasi ekstra mahasiswa yang terlibat dalam aksi tersebut.
Fatrah menjelaskan bahwa melalui aksi damai ini, mereka berharap agar Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dapat diimplementasikan dengan baik oleh semua pihak, terutama dalam mempertimbangkan hak-hak korban dan saksi.
“Kami mengharapkan agar Satgas PPKS yang ada di kampus-kampus dapat diperkuat. Kami juga berharap agar di semua jenjang pendidikan, baik SMA, SMP, maupun SD, terdapat Satgas PPKS yang diaktifkan,” ucap Fatrah.
Fatrah juga menyinggung bahwa aksi ini akan terus dilanjutkan dengan mengunjungi Dinas Pendidikan, DPRD, lembaga yudikatif, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Hal ini merupakan wujud komitmen Jejak Puan dalam mengawal kasus kekerasan seksual di Provinsi Gorontalo.
Dalam sebuah pernyataan sikap, Jejak Puan memiliki beberapa tuntutan kepada pihak-pihak terkait, antara lain:
- Mereka menuntut agar pimpinan perguruan tinggi di Provinsi Gorontalo berkomitmen penuh terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dan Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
- Pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan diminta untuk berkomitmen penuh terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
- Pihak Pemerintah Daerah dan DPRD diminta untuk mengintegrasikan kebijakan UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Permendikbud 30/2021, Permenag 73/2022, dan Permendikbud 46/2023 terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam Peraturan Daerah/Peraturan Kepala Daerah dan aturan lainnya yang mengikat.
- Sekolah diminta untuk secara proaktif melakukan tindakan preventif dan kuratif dalam pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah.
- Perguruan Tinggi diimbau untuk melakukan sinergi yang baik dengan Satuan Tugas dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi seluruh anggota perguruan tinggi, melalui penyediaan sarana dan prasarana operasional, pembiayaan operasional pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, perlindungan keamanan bagi anggota satuan tugas, serta pendampingan hukum bagi anggota satuan tugas.
- Pihak Perguruan Tinggi diminta untuk mengutamakan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi dalam mencapai tujuan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
- Aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Negara RI, diminta untuk menyelidiki, menindak, dan menegakkan hukum terhadap setiap kasus tindak pidana kekerasan seksual dengan profesionalisme, dengan memperhatikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban dan saksi, sesuai dengan amanat UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
- Masyarakat diharapkan untuk mendukung pelaksanaan UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Permendikbud 30/2021, Permenag 73/2022, dan Permendikbud 46/2023, dengan tujuan menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, dan nyaman bagi semua individu.
(Riski Kakilo)