, Kota Gorontalo- Dalam mempersiapkan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2024, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Gorontalo, Hendrik Imran, mengungkapkan pentingnya peran Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) dalam mengawasi kampanye melalui media sosial. Hal ini disampaikan pada rapat koordinasi yang digelar di Hotel Citimall Gorontalo pada Jumat (24/11/2023).
Menurut Hendrik, salah satu strategi kampanye yang digunakan adalah melalui media sosial dengan setiap peserta diperbolehkan menggunakan hingga 20 akun di berbagai platform seperti Facebook dan Instagram. Namun, hal ini juga memiliki implikasi yang perlu diperhatikan baik sebelum maupun sesudah masa kampanye.
Masa kampanye yang dijadwalkan berlangsung mulai tanggal 28 November hingga 10 Januari 2023 mengharuskan Diskominfotik untuk aktif memantau akun resmi peserta yang telah diserahkan kepada KPU. Mereka juga bertanggung jawab untuk menonaktifkan akun-akun tersebut saat memasuki masa tenang sesuai ketentuan yang ada.
PKPU Nomor 15 Tahun 2023 yang mengatur tentang kampanye pemilu menyebutkan bahwa setiap peserta kampanye diperbolehkan membuat hingga 20 akun untuk setiap jenis aplikasi. Konten yang diposting pun harus memuat informasi terkait visi, misi, program, atau citra dari peserta pemilu.
“Kami meminta dinas terkait dapat memantau sekaligus menutup akun agar tidak menimbulkan masalah saat memasuki masa tenang, karena pada masa tenang ini tidak ada lagi kampanye yang dilakukan di media sosial,” kata Hendrik.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfotik Provinsi Gorontalo, Rifli Katili, menyatakan komitmennya untuk mendukung pelaksanaan pemilu yang damai. Diskominfotik juga memiliki peran melalui Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi (PPID) untuk memberikan himbauan terkait pemilu.
Rifli menjelaskan bahwa Kementerian Kominfo bersama Dinas Kominfo telah menggelar forum resmi dengan beberapa platform digital. Upaya ini bertujuan untuk mengawasi jalannya kampanye melalui media sosial secara nasional dan mencegah penyebaran informasi yang bersifat hoax atau propaganda negatif antarpartai politik.
“Kurang lebih ada delapan platform digital didorong untuk membuat posko terpusat secara nasional. Tujuannya tentu untuk ikut mengawasi jalannya kampanye melalui media sosial dan juga meminimalisir penyebaran informasi yang bersifat hoax agar platform ini tidak disalahgunakan untuk menyebarkan propaganda negatif sesama parpol,” jelas Rifli.
(*)