Jakarta – Industri tekstil dalam negeri kini menghadapi tekanan berat akibat banjirnya barang impor murah, terutama dari China. Kondisi ini menyebabkan penurunan pesanan di sejumlah pabrik tekstil di Indonesia, yang berdampak pada efisiensi operasional termasuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja.
Pemerintah Indonesia segera merespons situasi ini dengan mengeluarkan peraturan baru melalui Kementerian Keuangan, yang memberlakukan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk sejumlah komoditas tekstil. Kebijakan ini diharapkan dapat menekan arus masuk barang-barang tekstil impor yang dijual dengan harga sangat rendah.
Selain langkah cepat tersebut, pemerintah juga tengah merumuskan perlindungan jangka panjang bagi industri tekstil lokal. Kementerian dan lembaga terkait sedang membahas revisi aturan yang salah satunya akan mengembalikan kebijakan ke Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag ini merupakan perubahan ketiga dari Permendag 36 Tahun 2023 yang sebelumnya bertujuan mengatasi penumpukan kontainer di pelabuhan.
Mengapa Produk Impor China Murah?
Menurut Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, produk tekstil impor dari China bisa dijual dengan harga murah karena biaya input seperti bahan baku dan energi di China memang lebih rendah.
“Di China, industri tekstil sudah terintegrasi dengan industri petrokimia sebagai penyuplai bahan baku, dan mereka memproduksi secara massal,” jelas Andry.
Produk tekstil China yang murah juga merupakan hasil dari kelebihan produksi yang tidak terserap di pasar domestik China, yang kemudian dijual ke pasar luar negeri dengan harga rendah.
“Ini termasuk praktek dumping, di mana produk yang sisa dijual di bawah harga asli untuk merusak pasar negara lain,” tambah Andry.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), menyatakan bahwa kelebihan pasokan di pasar domestik China akibat turunnya permintaan membuat pemerintah China memberikan subsidi ekspor bagi pelaku usaha.
“Strategi ini mengurangi kelebihan pasokan yang bisa mengancam industri dalam negeri China,” kata Nailul.
Ia menambahkan bahwa subsidi ekspor ini tidak hanya berlaku di industri tekstil, tetapi juga di berbagai industri lainnya.
“Ini sebabnya barang tekstil dari China bisa sangat murah di pasar Indonesia,” ujarnya.
Nailul juga menyebut kemungkinan besar terjadi praktek dumping oleh China, namun hal ini perlu pengkajian lebih lanjut oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
“KADI harus melakukan investigasi mendalam untuk memastikan adanya praktek dumping yang merugikan industri tekstil lokal,” tegasnya.