KENAIKAN TUNJANGAN GURU HANYA SEBAGAI BUMBU POLITIK MUSIMAN

Editor: Febrianti Husain

DAILYPOST.ID Opini“Apakah kenaikan gaji guru yang diumumkan Presiden benar-benar solusi bagi peningkatan kualitas pendidikan, atau sekadar langkah populis yang tidak menyentuh masalah mendasar di lapangan?”

Pernyataan ini pantas dilontarkam usai pengumuman rencana kenaikan gaji guru pada peringatan Hari Guru Nasional, yang ternyata memicu kontroversi. Banyak pihak, termasuk organisasi guru dan aktivis pendidikan, meragukan apakah langkah tersebut cukup signifikan. Koordinator Nasional Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim, bahkan menilai bahwa pernyataan Prabowo tersebut bisa diartikan berbeda oleh para guru.

https://wa.wizard.id/003a1b

“Ini menimbulkan multitafsir menimbulkan harap-harap cemas dan kegalauan dari para guru ASN,” ujar Satriawan dalam keterangannya. Sumber detikedu (30/11/2024).

Hal serupa juga dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, yang membeberkan bahwa pengumuman kenaikan gaji guru itu menimbulkan persepsi. Menurutnya menaikan gaji guru sebagaimana yang dijanjikan Prabowo saat berkampanye adalah mustahil. Sebab, kata dia, tidak ada sumber dananya. Mengutip Tempo.co (2/12/2024).

Berita mengenai “kenaikan gaji guru” mendapatkan berbagai reaksi, terutama setelah dijelaskan bahwa yang dinaikkan bukanlah gaji pokok, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diberikan kepada guru yang telah lulus sertifikasi. Kenaikan tunjangan ini diperkirakan tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan guru. Pasalnya, banyak kebutuhan dasar yang semakin mahal, dan para guru pun terpaksa menanggung biaya hidup yang tinggi. Fakta bahwa banyak guru yang terjebak dalam pinjaman online (pinjol) atau judi online (judol), serta kenyataan bahwa banyak dari mereka yang memiliki pekerjaan sampingan, semakin menguatkan bahwa tunjangan tersebut tidak cukup untuk mengatasi beban ekonomi yang mereka hadapi sehari-hari.

Guru Bagai Roda Gigi Dalam Mesin Besar

Hal ini tak lepas dari sistem kapitalisme yang berlaku dan diterapkan hari ini, di mana guru dipandang hanya sebagai pekerja, seperti roda gigi dalam mesin besar yang tak lebih dari sekadar faktor produksi dalam rantai pembuatan barang. Analoginya, bayangkan sebuah pabrik yang memproduksi barang-barang massal. Di dalam pabrik tersebut, setiap pekerja hanya dilihat sebagai komponen dalam mesin yang harus bekerja sesuai instruksi untuk mencapai output yang diinginkan. Tidak peduli apakah pekerja itu merasa lelah, tertekan, atau kurang dihargai; yang penting, mereka harus menghasilkan produk sebanyak mungkin. Begitu pula dengan guru di sistem pendidikan era kapitalisme saat ini, mereka sering dianggap hanya sebagai instrumen dalam proses pembelajaran, tanpa mempertimbangkan kesejahteraan atau penghargaan yang layak mereka terima.

Baca Juga:   Meramal Masa Depan Clubhouse di Indonesia

Mesin yang terus dipaksa bekerja tanpa perawatan atau tanpa memberi perhatian pada kondisi pekerja yang tertekan, akan merusak hasil produksi. Demikian pula, pendidikan yang tidak memperhatikan kesejahteraan guru, yang dipandang hanya sebagai faktor produksi, akan melahirkan generasi yang kualitasnya jauh dari harapan.

Tanpa dukungan yang memadai, guru akan semakin kehilangan semangat untuk mencetak generasi yang cerdas dan berkarakter. Pada akhirnya, kita akan melihat kerusakan seperti hari ini banyaknya kasus-kasus di tenagh pelajar yang jauh dari tujuan pendidikan itu sendiri, meski sistem terus berjalan.

Selain kesejahteraan, kualitas pendidikan juga bergantung pada kebijakan kurikulum yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur yang memadai, dan kualitas pengajaran yang diberikan oleh guru itu sendiri. Sayangnya, banyak kebijakan yang justru menjauhkan pendidikan dari tujuan utamanya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat ketimpangan yang sangat mencolok antara sekolah di kota besar dan di daerah pelosok. Bahkan, di banyak sekolah pelosok, ketersediaan bahan ajar seperti buku pun masih menjadi masalah, ditambah dengan kondisi bangunan sekolah yang kumuh dan kualitas pengajaran yang kurang bervariasi. Tak heran banyak berita berseliweran terkait anak sekolah menengah yang belum tahu baca tulis, lemah akan kemampuan literasi dan numerasi.

Baca Juga:   Menghentikan Penderitaan Anak Gaza, Butuh Tentara dan Negara

Demikianlah peran negara sebagai pengurus atau raa’in sangatlah krusial, namun saat ini negara lebih banyak bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Alih-alih turun tangan langsung dalam memperbaiki kondisi pendidikan, pemerintah lebih fokus pada aturan dan kebijakan yang sering kali lebih menguntungkan sektor swasta dan pihak-pihak tertentu, daripada benar-benar memperhatikan kualitas pendidikan yang diterima oleh rakyat.

Kesejahteraan guru, misalnya, hanya dilihat sebagai faktor pendukung dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, jika negara hanya bertindak sebagai pengatur, tanpa memperhatikan kesejahteraan guru dan fasilitas pendidikan yang memadai, maka kualitas pendidikan itu sendiri tidak akan berkembang maksimal.

Salahnya  di mana?

Tugas negara seharusnya bukan hanya merumuskan aturan, tetapi juga terlibat langsung dalam pengelolaan sektor-sektor penting yang menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan sumber daya alam. Namun, kenyataannya, negara lebih cenderung mengandalkan pihak swasta, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk menjalankan sebagian besar peran tersebut.

Sumber daya alam yang seharusnya menjadi aset bangsa kini banyak dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing dan segelintir pengusaha domestik yang hanya mencari keuntungan tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Pemerintah seolah tidak berdaya menghadapi dominasi pihak-pihak yang hanya memanfaatkan SDA untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Hal ini semakin diperparah dengan liberalisasi perdagangan, yang membuka pintu lebar-lebar bagi kepentingan asing, sementara sektor-sektor domestik yang seharusnya tumbuh dan berkembang justru semakin terhimpit.

Di sektor pendidikan dan kesehatan, kita melihat fenomena yang sama: kedua layanan dasar ini, yang seharusnya dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, kini telah menjadi komoditas yang dikapitalisasi. Layanan pendidikan dan kesehatan semakin terpinggirkan oleh prinsip-prinsip ekonomi yang mengutamakan keuntungan. Dengan demikian, hanya mereka yang memiliki akses atau kemampuan finansial yang cukup yang bisa menikmati layanan ini secara maksimal, sementara yang kurang beruntung terpaksa puas dengan layanan yang minim kualitasnya.

Baca Juga:   Hitungan Mundur Menuju Pilkada Tojo Una-Una: Saatnya Menentukan Arah Perubahan

Guru dan Negara Dalam Islam

Dalam Islam, perhatian terhadap guru sangatlah besar karena peran mereka yang sangat strategis dalam mencetak generasi berkualitas yang akan membangun bangsa dan menjaga peradaban. Allah sendiri telah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, termasuk para pengajar, yang dianggap sebagai pembawa cahaya pengetahuan bagi umat. Guru tidak hanya sebagai penyampai ilmu, tetapi juga sebagai pembentuk karakter dan pemimpin dalam pendidikan, yang memiliki dampak mendalam bagi masa depan umat.

Selain itu, dalam Islam, penguasa disebut sebagai raa’in, yang berarti mereka memiliki tanggung jawab untuk mengurus dan memastikan kesejahteraan rakyatnya. Sebagai pemimpin, seorang penguasa harus memiliki kepribadian Islam yang kuat, dengan kemampuan akhliyah hukam (kepemimpinan yang bijak) dan nafsiyah hakim (kemampuan untuk memutuskan perkara dengan adil). Penguasa yang ideal tidak hanya sekadar mengatur dan memimpin, tetapi juga harus mampu menjaga keseimbangan antara keadilan sosial, moralitas, dan kepentingan umat, menjadikan mereka pengurus yang memberikan teladan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks ini, tanggung jawab negara terhadap guru dan pendidikan menjadi sangat penting, karena penguasa yang adil akan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan generasi yang berkualitas dan berbudi pekerti luhur.

(Penulis: Sandyakala)  

 

 

 

Share:   

FOLLOW US ON FACEBOOK
FOLLOW US ON INSTAGRAM
FOLLOW US ON TIKTOK
@dailypost.id
ekakraf multimedia