Opini– Baru awal tahun baru kita sudah dihadapkan dengan persoalan baru. Kita berharap dengan pergantian tahun baru ini ada perubahan yang lebih baik. Tapi kita dikejutkan dengan perubahan yang mencengangkan.
Dimana tahun 2025 ini ada kebijakan baru yang diterapkan oleh penguasa yang sudah diberlakukan pada awal Januari yaitu kenaikan pajak PPN 12%. Katanya kenaikan pajak PPN 12% ini digadang-gadang hanya untuk barang mewah dan premium saja. Tapi pada kenyataanya tidak seperti itu. Barang-barang yang lain juga ikut naik.
Pasalnya pajak PPN 12% dikenakan ketika membangun dan merenovasi rumah, pembelian kendaraan bekas dari pengusaha penyalur kendaraan bekas, jasa asuransi, pengiriman paket, jasa agen wisata dan perjalanan keagamaan. Hampir semua produk pangan, barang dan jasa juga ikut naik. Bagaimana tidak naik kalau hampir semua produk tentu ada jasa pengiriman paket yang berimpilikasi terhadap naiknya harga barang makanan, produk dan jasa.
Mengapa setiap tahun ada kenaikan pajak? Hal ini tidak lain karena negara ini punya hutang yang sangat besar. Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menjelaskan salah satu cara pemerintah membayar pokok utang beserta bunga yang ada adalah dengan cara menaikkan target penerimaan pajak. Kata dia “Jadi memang betul pajak di masyarakat digunakan untuk membayar utang. Semakin tinggi jumlah utang, maka pajak yang ditarik juga semakin besar,”. Hingga November 2023 utang negara sebaganyak Rp8.041 triliun. Untuk menutupi hutang-hutang itu salah satunya berasal dari pajak rakyat. Tidak heran mengapa pajak PPN dinaikan menjadi 12%. Padahal diluar sana banyak masyarakat indonesia yang merasakan kesulitan, kelaparan, penghimpitan ekonomi dan lain sebagainya. Negara yang berhutang masyarakat turut ikut membayarnya.
Dalam sistem kapitalisme hari ini dikenal dengan penguasa populis otoriter. Apa itu populis otoriter? Yakni penguasa seolah-olah memberikan bantuan gratis tapi juga menambah penderitaan rakyat. Kita seolah-olah diperlihatkan yang manis-manisnya saja tapi ada sesuatu yang menyerang didalamnya. Semuanya dilakukan untuk mencari muka dan simpati masyarakat saja. Tidak ada penguasa yang benar-benar tulus untuk masyarakat dalam sistem hari ini.
Lalu bagaimana dengan penguasa dalam sistem Islam?
Penguasa dalam sistem sistem akan melahirkan penguasa yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya juga amanah dan bertakwa. Yang lahir daripadanya peraturan-peraturan berasal dari Islam yang akan memberikan kesejahteraan dan keadilan buat rakyatnya. Karena sejatinya Islam merupakan sistem kehidupan. Mereka (rakyat) tidak akan dibiarkan menderita,kelaparan dan terhimpit. Mereka akan dibebaskan dari bentuk-bentuk iuran maupun pajak. Malah rakyat akan ditunjang semua kebutuhan pokoknya hingga mereka (rakyat) tidak akan merasa kesusahan dalam mencari makan, pendikan dan kesehatan. Semuanya akan digratiskan. Sebagaimana pada masa Khulafaur rasyidin yakni Umar bin bin khattab yang penguasanya setiap hari mengecek apakah rakyatnya sudah makan atau belum. Hingga didapati ada rakyatnya yang memasak batu untuk anaknya. Umar pun langsung memerintahkan ajudannya untuk memberikan beberapa karung gandum dan kebutuhan pokok lainnya. Juga pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul aziz hingga tidak didapati satu masyarakat pun yang tidak mendapat zakat. Semuanya dikasih zakat. Maasyaa Allah begitulah pemimpin dalam sistem Islam. Sudah bertakwa, adil, amanah dan jujur.
Lalu Darimanakah semua pembiayaan dalam sistem Islam itu berasal?
Dalam sistem Islam sumber pemasukan negara yang masuk ke Baitulmal (kas negara) berasal dari harta yang dipungut dari non muslim berupa harta (1) fai dan jizyah (2) kharaj(pajak tanah), (3) kharaj, (4) pajak yang berasal dari barang impor ke negara islam (5) harta milik umum yang dijaga oleh negara, (6) harta haram pejabat dan pegawai negara, (7) harta tambang, (8) harta orang yang tidak ada ahli waris, dan (9) harta orang murtad.
Pajak dalam Islam akan diberlakukan Ketika uang dalam Baitul mal (kas negara) dalam kondisi kosong sama sekali. Adapun yang akan diberlakukan pajak hanya orang mampu saja rakyat yang tidak mampu tidak akan diberlakukan. Adapun pajak yang akan diberlakukan berasal dari orang muslim yang diambil dari sisa nafkah dan harta orang-orang agniyah (kaya). Pajak hanya dipungut sesuai kebutuhan saja tidak boleh melebihi dari kebutuhan yang semestinya. Jika sudah terpenuhi maka akan diberhentikan. Pajak dalam sistem Islam tidak diberlakukan dalam agenda rutin dan wajib sebagaimana hari ini. Tapi hanya sewaktu-waktu ketika dibutuhkan saja.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, sumber pemasukan negara ada dua yaitu bagian kepemilikan umum dan sedekah. Kepemilikan umum yang dimaksud oleh Syekh An-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum adalah sebagai berikut.
Pertama, fasilitas/sarana umum yaitu bilamana akan menyebabkan perselisihan jika yang dicari tidak ada pada suatu negeri/komunitas. seperti air, padang rumput, dan jalan-jalan umum.
Kedua, barang tambang yang jumlahnya sangat banyak, seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, dan lain-lainnya.
Ketiga, sumber daya alam yang tidak boleh dimiliki oleh individu, seperti laut, sungai, dan danau.
Inilah potensi pendapatan negara terbesar. Adapun dalam sistem Islam Negara mengelola kepemikan ini secara mandiri tidak melibatkan negara asing yang menguasainya dan hasilnya akan dikembalikan ke rakyat. Jika pendapatan negara hanya berasal dari pajak justru akan sulit memenuhi kebutuhannya masyarakat justru akan memiskinkan masyarakat.
Sudah saatnya kita kembali terhadap penerapan Islam secara kaffah yang berasal dari aturan Allah bukan aturan manusia. Dengan itu masyarakat akan hidup bahagia, aman dan sejahtera. Wallahualam.
(Penulis: Andriyani male)