Jakarta — Guru Besar Filsafat dan Etika sekolah tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno atau yang dikenal dengan Romo Magnis buka suara terkait Jokowi dan Gibran yang menurutnya melanggar etika pemilu 2024. Hal ini diungkapkannya ketika ia menjadi salah satu ahli yang diajukan Tim Hukum Ganjar-Mhfud pada sidang perselisihan hasil pemilihan umum pemilihan presiden dan wakil presiden 2024 di Mahkama Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (02/04/2024).
Romo Magnis mengungkapkan setidaknya lima pelanggaran yang dilakukan oleh Jokowi:
1. pencalonan Gibran Rakabuming Raka Sebagai calon Wakil Presiden Oleh Komisi Pemilihan umum
Romo Magnis menegaskan bahwa penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden nomor urut 02 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap sebagai tindakan yang melanggar etika. Persoalan ini juga telah diakui oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai pelanggaran etika yang serius.
Selain itu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga menyatakan bahwa hakim yang mengeluarkan putusan nomor 90 mengenai syarat usia minimal untuk calon presiden dan wakil presiden telah melanggar etika. Meskipun demikian, putusan tersebut tetap diakui dan menjadi dasar bagi pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden.
Menurut Romo Magnis, sangat jelas bahwa menggunakan keputusan yang diambil dengan melanggar etika sebagai dasar untuk penunjukan seseorang sebagai calon wakil presiden merupakan tindakan yang juga melanggar etika
“Sudah jelas. Mendasarkan diri pada keputusan yang diambil dengan pelanggaran etika yang berat merupakan pelanggaran etika yang berat sendiri. Penetapan seseorang sebagai cawapres yang dimungkinkan secara hukum hanya dengan suatu pelanggaran etika berat juga merupakan pelanggaran etika berat,” kata Romo Magnis.
2. keberpihakan presiden Joko Widodo Dalam Pilpres 2024
Romo Magnis menyatakan bahwa presiden dapat menyampaikan harapannya bahwa salah satu calon menang dalam pemilihan. Namun, jika presiden menggunakan kedudukannya dan kekuasaannya untuk memberi petunjuk kepada sejumlah pihak untuk mendukung salah satu pasangan calon serta menggunakan dana negara maka secara serius presiden melanggar prinsip etika.
“Tetapi begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya, untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain, untuk mendukung salah satu paslon serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan-perjalanan dalam rangka memberi dukungan kepada paslon itu, dia secara berat melanggar tuntutan etika bahwa dia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara termasuk semua politisi,” kata Romo Magnis
3. Nepotisme
Romo Magnis menegaskan bahwa ketika seorang presiden menggunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh rakyat untuk kepentingan pribadi atau keluarganya sendiri, itu merupakan tindakan yang sangat memalukan. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa individu tersebut tidak memiliki prinsip kepemimpinan yang berpusat pada pelayanan kepada rakyat, melainkan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan keluarganya.
4. Pembagian Bantuan Sosial
Romo Magnis menyoroti praktik pembagian bantuan sosial (bansos) ia mengatakan bahwa bansos bukanlah kepunyaan pribadi presiden, melainkan milik seluruh bangsa Indonesia, dan pembagiannya merupakan tanggung jawab kementerian terkait sesuai dengan aturan yang berlaku. Dia menekankan bahwa aturan pembagian bansos harus diikuti.
Menurut Romo Magnis, jika presiden menggunakan kekuasaannya untuk mengambil bansos dan mendistribusikannya dalam rangka mendukung kampanye pasangan calon yang ingin ia menangkan, hal itu dapat disamakan dengan tindakan pencurian yang dilakukan oleh seorang karyawan yang mengambil uang tunai dari kas toko tanpa izin.
“Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko. Jadi itu pencurian ya pelanggran etika,” kata Romo Magnis
Lebih lanjut, Romo Magnis menyatakan bahwa tindakan tersebut juga menunjukkan bahwa presiden telah kehilangan pemahaman dasar etika tentang jabatannya sebagai presiden, yaitu bahwa kekuasaan yang dimilikinya tidak untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk melayani seluruh masyarakat.
5. Manipulasi-manipulas dalam pemilu
Romo Magnis mengungkapkan bahwa manipulasi dalam proses pemilihan umum merupakan pelanggaran etika yang serius karena melanggar prinsip dasar demokrasi. Misalnya, mengubah waktu pemungutan suara atau melakukan perhitungan suara secara tidak sah adalah contoh praktik yang memungkinkan terjadinya kecurangan, yang pada akhirnya dapat menghancurkan esensi pemilihan rakyat. Oleh karena itu, tindakan semacam itu dianggap sebagai pelanggaran etika yang serius.
“Misalnya waktu untuk memilih diubah atau perhitungan suara dilakukan dengan cara yang tidak semestinya. Praktik semacam itu memungkinkan kecurangan terjadi yang sama dengan sabotase pemilihan rakyat. Jadi suatu pelanggaran etika yang berat,” kata dia.
(win)