Jakarta — Nilai tukar rupiah dibuka melemah di perdagangan pasar spot pada Senin pagi ini (24/06/2024), berada di posisi Rp16.451 per dolar AS. Mata uang Garuda mengalami penurunan sebesar 1,5 poin atau minus 0,01 persen dibandingkan posisi sebelumnya.
Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang di kawasan Asia juga terpantau berada di zona merah. Won Korea Selatan melemah 0,18 persen, ringgit Malaysia minus 0,01 persen, dan baht Thailand minus 0,11 persen. Yuan China dan dolar Singapura juga masing-masing turun 0,01 persen dan 0,05 persen.
Namun, beberapa mata uang Asia berhasil mencatat penguatan. Peso Filipina naik 0,01 persen, rupee India 0,13 persen, yen Jepang 0,02 persen, dan dolar Hong Kong 0,04 persen.
Mata Uang Negara Maju Juga Tertekan
Mata uang dari negara-negara maju juga menunjukkan tren penurunan. Poundsterling Inggris melemah 0,07 persen, euro Eropa minus 0,06 persen, dolar Kanada minus 0,09 persen, dolar Australia minus 0,14 persen, dan franc Swiss minus 0,01 persen.
Analisis dan Proyeksi
Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra memproyeksikan bahwa rupiah masih akan terus melemah terhadap dolar AS sepanjang hari ini. Ia menjelaskan bahwa data PMI AS bulan Juni versi S&P menunjukkan kondisi bisnis manufaktur dan jasa yang lebih baik dari proyeksi pasar. Hal ini berpotensi mendorong kenaikan inflasi, yang membuat Bank Sentral AS (The Fed) semakin enggan untuk memangkas suku bunga acuannya.
“Ini masih memicu penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya,” ucap Ariston kepada CNNIndonesia.com.
Dampak Penguatan Dolar AS
Penguatan dolar AS terjadi karena ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed yang diperkirakan akan tetap agresif dalam menjaga suku bunga acuan tinggi untuk mengendalikan inflasi. Kondisi ekonomi yang solid di AS, terutama di sektor manufaktur dan jasa, memberikan dorongan lebih lanjut terhadap mata uang dolar AS.
Kondisi nilai tukar yang melemah ini menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh rupiah dan mata uang Asia lainnya dalam menghadapi kekuatan dolar AS. Pelaku pasar dan investor diharapkan untuk tetap waspada terhadap perkembangan kebijakan moneter global yang bisa berdampak signifikan pada nilai tukar mata uang.
Dengan penguatan dolar AS yang masih berlanjut, pergerakan nilai tukar rupiah dan mata uang lainnya akan sangat dipengaruhi oleh keputusan kebijakan dari The Fed serta kondisi ekonomi global. Para pelaku pasar di Indonesia harus mempersiapkan strategi yang tepat untuk menghadapi volatilitas yang mungkin terjadi.